Intisari-online.com - DN Aidit adalah salah satu tokoh politik Indonesia yang paling kontroversial.
Ia dikenal sebagai pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi musuh utama rezim Orde Baru.
Namun, siapa sangka bahwa DN Aidit pernah menjadi muazin di kampung halamannya?
DN Aidit lahir dengan nama Ahmad Aidit pada 30 Juli 1923 di Belitung.
Ia berasal dari keluarga Muslim yang taat.
Ayahnya, Abdullah bin Ismail adalah seorang ulama dan pengusaha.
Ibunya, Mailan Aidit, adalah seorang wanita saleh yang mengajarkan anak-anaknya tentang agama Islam.
DN Aidit adalah anak ketiga dari delapan bersaudara.
Ia memiliki nama panggilan Ahmad. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan bakat sebagai pemimpin dan orator.
Ia juga aktif dalam kegiatan keagamaan. Ia sering mengumandangkan adzan di masjid kampungnya dan mengikuti pengajian bersama ayahnya.
Pada usia 13 tahun, DN Aidit pindah ke Palembang untuk melanjutkan sekolahnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS).
Di sana, ia mulai tertarik dengan dunia politik dan gerakan nasionalisme.
Ia bergabung dengan organisasi pelajar seperti Jong Islamieten Bond (JIB) dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI).
Pada tahun 1941, DN Aidit pindah lagi ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya di Algemene Middelbare School (AMS).
Di sana, ia bertemu dengan tokoh-tokoh nasionalis seperti Sukarno, Hatta, Tan Malaka, dan Musso.
Ia juga bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo) yang dipimpin oleh Sukarno.
Pada tahun 1942, Jepang menginvasi Indonesia dan membubarkan semua partai politik.
DN Aidit kemudian bergabung dengan gerakan bawah tanah yang menentang penjajahan Jepang.
Ia juga mulai mendalami ideologi komunisme dan bergabung dengan PKI.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, DN Aidit menjadi salah satu pemimpin PKI yang berjuang melawan Belanda dan sekutunya.
Ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia (BP-KNI).
Pada tahun 1951, DN Aidit terpilih sebagai ketua umum PKI menggantikan Musso yang tewas dalam pemberontakan Madiun pada tahun 1948.
Baca Juga: Sosok Muda NU Penantang Keganasan PKI yang Namanya Hilang dari Sejarah
Di bawah kepemimpinannya, PKI mengalami perkembangan pesat dan menjadi partai politik terbesar ketiga di Indonesia.
DN Aidit juga menjalin hubungan baik dengan Presiden Sukarno dan mendukung konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis).
Ia berperan aktif dalam berbagai isu politik seperti Konfrontasi dengan Malaysia, Ganyang Malaysia, Gestapu/PKI, dan Trisakti.
Namun, hubungan baik antara Sukarno dan DN Aidit tidak bertahan lama.
Pada tanggal 30 September 1965, terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang diduga melibatkan PKI. DN Aidit menjadi salah satu tokoh yang dicari-cari oleh pihak militer.
DN Aidit berhasil melarikan diri dari Jakarta dan bersembunyi di daerah Jawa Tengah.
Namun, pada tanggal 22 November 1965, ia ditemukan dan ditembak mati oleh pasukan Kopassus di desa Blimbing Sari, Boyolali.
Hingga kini, sosok DN Aidit masih menyimpan banyak misteri dan kontroversi.
Bagi sebagian orang, ia adalah pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan dan keadilan sosial.
Bagi sebagian lainnya, ia adalah pengkhianat yang ingin menggulingkan Pancasila dan NKRI.