Nikel adalah logam keras berwarna putih keperak–perakan dengan sedikit semburat keemasan.
Nikel termasuk logam transisi, dan memiliki sifat keras serta ulet.
Nikel juga tergolong dalam grup logam besi-kobalt, yang dapat menghasilkan paduan yang sangat berharga.
Nikel memiliki banyak manfaat, seperti untuk bahan baku pembuatan kabel listrik, koin, baterai, baja tahan karat, peralatan medis, peralatan militer, hingga kendaraan listrik.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan nikel di Indonesia saat ini adalah 5,3 miliar ton dengan potensi sebesar 17 miliar ton.
Dari jumlah tersebut, sekitar 2 miliar ton berada di wilayah Maluku Utara, termasuk di Pulau Obi.
Dengan harga nikel saat ini yang mencapai USD 20.000 per ton (sekitar Rp 287 juta per ton), maka nilai cadangan nikel di Pulau Obi bisa mencapai Rp 574 triliun.
Pulau Obi menjadi salah satu lokasi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di Indonesia.
Smelter adalah fasilitas yang digunakan untuk memproses bijih nikel menjadi produk setengah jadi atau jadi dengan nilai tambah lebih tinggi.
Smelter nikel diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan, menciptakan lapangan kerja, serta mengurangi ketergantungan pada impor produk nikel.
Namun, pembangunan smelter nikel juga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
Baca Juga: Negara Terkaya Sekelas Amerika Ternyata Masih Butuh Suplai Nikel Dari Indonesia
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR