Di sana mereka menembak Pak Yani lalu membawanya pergi. Demikian keterangan yang saya peroleh.
Segera terpikir oleh saya bahwa peristiwa yang sedemikian dahsyat, yakni penembakan dan penculikan terhadap Menteri Panglima Angkatan Darat, harus segera diketahui oleh Pak Nas (Jenderal A.H. Nasution) yang merupakan atasan saya yang tertinggi di SAB.
Karena itu saya minta diri kepada bintara itu lalu segera berangkat menuju tempat kediaman Pak Nas di Jalan Teuku Umar 40.
Kami mengambil rute: Jalan Cik di Tiro – Jalan Diponegoro – Taman Suropati – Jalan Teuku Umar. Jalanan sepi menekan kami tidak melihat siapa-siapa.
Jalan Teuku Umar 40
Sesampai di depan rumah Pak Nas, kami melihat sekelompok orang telah berdiri di depan pintu gerbang. Saya turun dan segera menghampiri kelompok orang yang berdiri di dalam kegelapan dinihari itu.
Ternyata di antara mereka terdapat Mayor Jenderal (sekarang Letnan Jenderal) Umar Wirahadikusuma, pada waktu itu Pangdam V/Jaya. Beliau berpakaian PDH lengkap dengan satyalencana.
Pak Umar tampak heran melihat saya datang dan berkata, “Pak Nugroho! Kok malam-malam ada di sini?” (Beliau mengenal saya karena selaku Pembantu Rektor UI sering berhubungan dengan beliau selaku Pangdam V/Jaya mengenai urusan kemahasiswaan).
Saya segera melaporkan, bahwa karena mengalami suatu kecelakaan saya berada di markas Pomdam Jaya Guntur ketika Pak Yani ditembak dan diculik, sehingga mendengar laporan pengawal Pak Yani kepada piket Pomdam.
Beliau nampak sangat terkejut, “Pak Yani juga?” Dan Pak Umar memberitahukan kepada saya, bahwa juga terhadap Pak Nas ada usaha penculikan dan bahwa Adik, putri beliau ditembak oleh gerombolan itu.
Kini saya yang ganti terkejut. Saya teringat akan gadis kecil itu, bagaimana ia mondar-mandir di dalam rumah jika kami menghadap Pak Nas.
Ketika itu Pak Umar secara berturut-turut menerima laporan mengenai peristiwa-peristiwa di pelbagai tempat di ibukota.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR