Berkedok Sebagai Pemain Film, Sosok Wanita Ini Rupanya Agen Intelijen yang Bocorkan Rencana G30SPKI

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Sosok Sofia WD, aktris dan seorang agen intelijen
Sosok Sofia WD, aktris dan seorang agen intelijen

Intisari-online.com - Sofia WD adalah salah satu sosok wanita yang memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia.

Ia tidak hanya dikenal sebagai aktris film, tetapi juga sebagai agen intelijen yang terlibat dalam berbagai operasi rahasia.

Berikut adalah ulasan singkat tentang kehidupan dan kiprahnya.

Sofia WD lahir pada 12 Agustus 1924 di Surabaya, Jawa Timur.

Ia merupakan anak bungsu dari pasangan Wongsodikromo dan Siti Aminah.

Ayahnya adalah seorang pegawai negeri sipil yang bekerja di kantor pos, sedangkan ibunya adalah seorang guru sekolah dasar.

Sofia memiliki lima kakak laki-laki dan satu kakak perempuan.

Sejak kecil, Sofia sudah menunjukkan bakat seni. Ia gemar menyanyi, menari, dan bermain sandiwara.

Ia juga aktif dalam organisasi kepanduan dan gerakan nasionalis.

Pada tahun 1940, ia lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Surabaya dan melanjutkan pendidikannya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI).

Pada tahun 1942, saat Jepang menguasai Indonesia, Sofia bergabung dengan organisasi pemuda yang bernama Barisan Pelopor.

Baca Juga: Sosok Pahlawan Trikora Ini Malah Jadi Tokoh Kunci G30SPKI Hingga Dijatuhi Hukuman Mati

Organisasi ini bertujuan untuk melawan penjajahan Jepang dengan cara melakukan gerilya dan sabotase.

Sofia menjadi salah satu anggota inti yang bertanggung jawab atas pengumpulan informasi dan penyusunan rencana operasi.

Salah satu operasi yang dilakukan oleh Sofia dan rekan-rekannya adalah meledakkan jembatan kereta api di daerah Mojokerto pada tahun 1943.

Operasi ini berhasil menghambat jalur transportasi Jepang dan menimbulkan kerugian besar bagi mereka.

Namun, akibat operasi ini, Sofia dan beberapa anggota Barisan Pelopor ditangkap oleh Kempetai (polisi rahasia Jepang) dan disiksa secara brutal.

Sofia berhasil lolos dari penjara dengan bantuan dari seorang tentara Jepang yang bersimpati padanya.

Ia kemudian berpura-pura menjadi tawanan perang Belanda dan dibawa ke kamp tawanan di Batavia (sekarang Jakarta).

Di sana, ia bertemu dengan seorang sutradara film Belanda yang bernama Albert Balink.

Balink tertarik dengan kecantikan dan bakat Sofia, lalu menawarinya untuk bermain dalam filmnya.

Film pertama yang dibintangi oleh Sofia adalah Terang Boelan (1944), yang merupakan film musikal romantis yang mengisahkan tentang cinta terlarang antara seorang pria Belanda dan seorang wanita pribumi.

Film ini sukses besar di pasaran dan membuat Sofia menjadi bintang film pertama di Indonesia.

Baca Juga: Weton Rabu Pon, Syarat Presiden 2024 Menurut Ramalan Gus Dur

Film ini juga menjadi salah satu film paling berpengaruh dalam sejarah perfilman Indonesia, karena menginspirasi banyak pembuat film lainnya untuk membuat film-film nasionalis.

Setelah Terang Boelan, Sofia membintangi beberapa film lainnya, seperti Rentjong Atjeh (1944), Kedok Ketawa (1945), dan Djaoeh Dimata (1948).

Ia juga menjadi sutradara untuk film-film seperti Air Mata Iboe (1951), Asrama Dara (1958), dan Tiga Dara (1959).

Selain itu, ia juga terlibat dalam organisasi film seperti Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) dan Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI).

Namun, di balik karirnya yang gemilang sebagai aktris dan sutradara film, Sofia tetap setia dengan perjuangannya sebagai agen intelijen.

Ia menggunakan kesempatan-kesempatan saat syuting film di berbagai daerah untuk mengumpulkan informasi penting tentang situasi politik dan militer di Indonesia.

Ia juga membantu menyelundupkan senjata dan amunisi untuk para pejuang kemerdekaan.

Salah satu peristiwa penting yang melibatkan Sofia sebagai agen intelijen adalah Peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965.

Peristiwa ini adalah sebuah percobaan kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan sekelompok perwira militer yang disebut Gerakan 30 September (G30S).

Mereka menculik dan membunuh enam jenderal Angkatan Darat, lalu mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi.

Sofia, yang saat itu berada di Yogyakarta untuk syuting film Tiga Dara, mendapat informasi tentang rencana kudeta dari salah satu kontaknya di PKI.

Baca Juga: Seputar Peristiwa Gerakan 30 September 1965, Kisah Sukitkan, Sosok Polisi Yang Lolos dari Lubang Buaya

Ia segera menghubungi Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya, Mayjen Suharto, yang merupakan temannya sejak zaman perjuangan.

Kemudian memberitahu Suharto tentang nama-nama jenderal yang akan diculik dan lokasi-lokasi mereka.

Informasi ini sangat membantu Suharto untuk mengambil alih kendali militer dan menumpas G30S/PKI.

Atas jasanya ini, Sofia mendapat penghargaan dari pemerintah Indonesia, yaitu Bintang Mahaputra Adipradana.

Ia juga mendapat pengakuan dari dunia internasional, terutama dari Amerika Serikat, yang menganggapnya sebagai salah satu agen intelijen terbaik di Asia Tenggara.

Bahkan sempat diundang ke Gedung Putih oleh Presiden Lyndon B. Johnson pada tahun 1966.

Sayangnya, kehidupan Sofia tidak berlangsung lama. Pada tahun 1967, ia mengalami pendarahan otak akibat penyakit hipertensi yang dideritanya.

Ia meninggal dunia pada 17 Januari 1967 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta.

Kemudian dimakamkan dengan upacara militer di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Sofia WD adalah sosok wanita yang luar biasa.

Ia memiliki banyak talenta dan dedikasi yang tinggi untuk bangsa dan negara. Ia adalah aktris film yang juga agen intelijen.

Beliau adalah wanita multitalenta yang mengabdi untuk Indonesia.

Artikel Terkait