Intisari-online.com - Jenderal M.Jusuf adalah salah satu tokoh militer yang paling disegani di era Orde Baru.
Ia pernah menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sekaligus Menteri Pertahanan dan Keamanan pada tahun 1978-1983.
Namun, di balik karirnya yang gemilang, ia juga pernah mengalami konflik dengan Presiden Soeharto, yang saat itu berkuasa sebagai pemimpin tunggal Indonesia.
Salah satu peristiwa yang paling terkenal adalah ketika Jenderal M.Jusuf berani menggebrak meja di hadapan Presiden Soeharto dalam sebuah rapat di kediaman pribadi presiden di Jalan Cendana, Jakarta Pusat.
Rapat tersebut diadakan pada suatu malam pada tahun 1980 dan dihadiri oleh para pejabat tinggi negara, seperti Menteri Sekretaris Negara, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Intelijen Negara, dan lain-lain.
Latar belakang dari rapat tersebut adalah adanya isu yang menyebutkan bahwa Jenderal M.Jusuf memiliki ambisi politik untuk menjadi presiden menggantikan Soeharto.
Isu tersebut muncul karena popularitas Jenderal M.Jusuf yang semakin meningkat di kalangan prajurit dan rakyat, terutama setelah ia melakukan berbagai kunjungan ke daerah-daerah untuk membangkitkan moral dan kemanunggalan ABRI dan rakyat.
Isu tersebut ternyata sampai ke telinga Presiden Soeharto, yang merasa tidak nyaman dengan kepopuleran Jenderal M.Jusuf.
Oleh karena itu, ia memanggil Jenderal M.Jusuf untuk dimintai penjelasan tentang tujuan atau maksudnya yang sebenarnya.
Namun, sebelum Jenderal M.Jusuf mendapat kesempatan untuk bicara, ia sudah dituduh oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, Jenderal Amir Mahmud, yang mengatakan bahwa Jenderal M.Jusuf diduga memiliki "ambisi-ambisi tertentu" yang perlu ditanyakan kepada yang bersangkutan.
Tuduhan tersebut tentu saja membuat Jenderal M.Jusuf marah dan tersinggung.
Baca Juga: Sosok Pahlawan Trikora Ini Malah Jadi Tokoh Kunci G30SPKI Hingga Dijatuhi Hukuman Mati
Ia merasa tidak pernah berpikir untuk menjadi presiden dan hanya menjalankan tugasnya sebagai Panglima ABRI dengan sebaik-baiknya.
Kemudian juga merasa tidak pernah melanggar loyalitasnya kepada Presiden Soeharto sebagai atasan dan sahabatnya.
Oleh karena itu, ia pun membantah tuduhan tersebut dengan keras dan menegaskan bahwa ia tidak punya ambisi politik apapun.
Namun, bantahan Jenderal M.Jusuf tidak didengar oleh Presiden Soeharto, yang malah menanyakan apakah ia sudah mendapat dukungan dari partai-partai politik atau tokoh-tokoh masyarakat untuk menjadi presiden.
Pertanyaan ini semakin membuat Jenderal M.Jusuf kesal dan merasa tidak dihargai.
Ia pun menggebrak meja rapat dengan keras sambil berkata: "Saya tidak punya ambisi apa-apa! Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai Panglima ABRI! Saya tidak pernah berhubungan dengan partai-partai politik atau tokoh-tokoh masyarakat! Saya hanya loyal kepada Bapak sebagai Presiden dan sahabat saya!.
Gebrakan meja Jenderal M.Jusuf membuat suasana rapat menjadi tegang dan hening.
Para pejabat lain yang hadir hanya diam dan tidak berani berkomentar.
Presiden Soeharto sendiri terlihat kaget dan bingung dengan reaksi Jenderal M.Jusuf.
Ia kemudian meminta maaf kepada Jenderal M.Jusuf atas tuduhan yang tidak berdasar tersebut dan mengatakan bahwa ia hanya ingin memastikan bahwa tidak ada masalah antara mereka berdua.
Peristiwa gebrak meja Jenderal M.Jusuf ini menjadi salah satu bukti dari sikap tegas dan berani Jenderal M.Jusuf dalam menghadapi Presiden Soeharto.
Meskipun ia adalah sahabat dan bawahan Presiden Soeharto, ia tidak segan untuk menyatakan pendapatnya dan membela kebenaran.
Ia juga tidak takut untuk menunjukkan emosinya dan mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap perlakuan yang tidak adil.
Peristiwa ini juga menunjukkan bahwa Jenderal M.Jusuf adalah seorang prajurit yang profesional dan loyal, yang tidak terlibat dalam intrik politik dan hanya fokus pada tugasnya sebagai Panglima ABRI.