Ia merasa tidak pernah berpikir untuk menjadi presiden dan hanya menjalankan tugasnya sebagai Panglima ABRI dengan sebaik-baiknya.
Kemudian juga merasa tidak pernah melanggar loyalitasnya kepada Presiden Soeharto sebagai atasan dan sahabatnya.
Oleh karena itu, ia pun membantah tuduhan tersebut dengan keras dan menegaskan bahwa ia tidak punya ambisi politik apapun.
Namun, bantahan Jenderal M.Jusuf tidak didengar oleh Presiden Soeharto, yang malah menanyakan apakah ia sudah mendapat dukungan dari partai-partai politik atau tokoh-tokoh masyarakat untuk menjadi presiden.
Pertanyaan ini semakin membuat Jenderal M.Jusuf kesal dan merasa tidak dihargai.
Ia pun menggebrak meja rapat dengan keras sambil berkata: "Saya tidak punya ambisi apa-apa! Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai Panglima ABRI! Saya tidak pernah berhubungan dengan partai-partai politik atau tokoh-tokoh masyarakat! Saya hanya loyal kepada Bapak sebagai Presiden dan sahabat saya!.
Gebrakan meja Jenderal M.Jusuf membuat suasana rapat menjadi tegang dan hening.
Para pejabat lain yang hadir hanya diam dan tidak berani berkomentar.
Presiden Soeharto sendiri terlihat kaget dan bingung dengan reaksi Jenderal M.Jusuf.
Ia kemudian meminta maaf kepada Jenderal M.Jusuf atas tuduhan yang tidak berdasar tersebut dan mengatakan bahwa ia hanya ingin memastikan bahwa tidak ada masalah antara mereka berdua.
Peristiwa gebrak meja Jenderal M.Jusuf ini menjadi salah satu bukti dari sikap tegas dan berani Jenderal M.Jusuf dalam menghadapi Presiden Soeharto.
Meskipun ia adalah sahabat dan bawahan Presiden Soeharto, ia tidak segan untuk menyatakan pendapatnya dan membela kebenaran.
Ia juga tidak takut untuk menunjukkan emosinya dan mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap perlakuan yang tidak adil.
Peristiwa ini juga menunjukkan bahwa Jenderal M.Jusuf adalah seorang prajurit yang profesional dan loyal, yang tidak terlibat dalam intrik politik dan hanya fokus pada tugasnya sebagai Panglima ABRI.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR