Intisari-online.com -Konflik antara Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dan keluarga mantan Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur kembali mencuat ke permukaan menjelang Pemilu 2024.
Cak Imin yang baru saja dideklarasikan sebagai bakal calon wakil presiden Anies Baswedan, mengklaim bahwa dirinya pernah dikudeta oleh Gus Dur dari kepemimpinan PKB pada 2005.
Namun, pernyataan ini dibantah oleh putri sulung Gus Dur, Yenny Wahid, yang menyebut bahwa justru Cak Imin yang memutarbalikkan fakta dan mencoba mengkudeta ayahnya.
Perseteruan ini bukanlah hal baru dalam sejarah PKB, yang merupakan partai politik yang berakar dari organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).
Bagaimana sebenarnya sejarah berdirinya PKB dan apa latar belakang konflik internalnya?
Lahirnya PKB dari Aspirasi Warga NU
PKB didirikan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 1998 (29 Rabi'ul Awal 1419 Hijriyah) yang dideklarasikan oleh para kiai-kiai NU, seperti Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, Abdurrahman Wahid, Mustofa Bisri, Zuhdi Fatkur dan A Muhith Muzadi.
Partai ini berideologi moderat dan mengusung semangat kebangkitan bangsa dengan mengedepankan nilai-nilai keagamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Lahirnya PKB tidak lepas dari peran PBNU yang saat itu dipimpin oleh Gus Dur sebagai Ketua Umum.
Setelah Presiden Soeharto lengser dari jabatannya pada 21 Mei 1998 akibat desakan arus reformasi, PBNU kebanjiran usulan dari warga NU di seluruh pelosok Tanah Air untuk membentuk partai politik yang mewadahi aspirasi politik mereka.
Tercatat ada 39 nama partai politik yang diusulkan, seperti Nahdlatul Ummah, Kebangkitan Umat, dan Kebangkitan Bangsa.
Namun, PBNU menyikapi usulan-usulan tersebut dengan sangat hati-hati, karena berdasarkan hasil Muktamar ke-27 di Situbondo pada 1984, NU dinyatakan sebagai organisasi yang tidak melakukan kegiatan politik ataupun terkait dengan partai politik manapun.
Karena PBNU dianggap belum bisa memenuhi keinginan masyarakat, sejumlah kalangan NU mulai mendeklarasikan berdirinya partai politik untuk mewadahi aspirasi masyarakat setempat.
Di antara partai politik yang lahir adalah Partai Bintang Sembilan di Purwokerto dan Partai Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.
Akhirnya, PBNU mengadakan Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU pada tanggal 3 Juni 1998 dan membentuk Tim Lima yang diberi tugas untuk memenuhi aspirasi warga NU.
Tim Lima diketuai oleh KH Ma'ruf Amin (Rais Suriyah/Kordinator Harian PBNU), dengan anggota KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Dr KH Said Aqil Siroj, M.A. (Wakil Katib Aam PBNU), HM Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU).
Tim Lima ini dibekali Surat Keputusan dan Surat Tugas dari PBNU untuk membentuk partai politik.
Konflik Internal PKB antara Kubu Gus Dur dan Kubu Cak Imin
Setelah melalui proses panjang dan rumit, Tim Lima berhasil membentuk partai politik yang diberi nama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada 23 Juli 1998.
PKB dilambangkan dengan lingkaran yang mengelilingi wilayah nusantara dan dikelilingi oleh sembilan bintang.
Partai ini mengusung Gus Dur sebagai calon presiden pada Pemilu 1999 dan berhasil memenangkan 13 persen suara, menjadi partai keempat terbesar setelah PDI-P, Golkar, dan PPP.
Gus Dur kemudian terpilih menjadi Presiden ke-4 RI berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.
Baca Juga: Ini Dia Weton Anies Baswedan dan Cak Imin, Apakah Bisa Jadi Modal Sukses di Pilpres 2024?
Namun, keberhasilan PKB tidak berlangsung lama. Partai ini mulai mengalami konflik internal antara kubu Gus Dur dan kubu Cak Imin, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PKB.
Konflik ini bermula dari perebutan kekuasaan di internal PKB pada 2005 sampai 2008.
Menurut pemberitaan surat kabar Kompas pada 2008, perselisihan antara kubu Gus Dur dan Cak Imin di PKB dimulai selepas Muktamar 2005.
Saat itu Cak Imin terpilih menjadi Ketua Umum PKB melalui Muktamar. Sedangkan Gus Dur ditetapkan menjadi Ketua Dewan Syura PKB.
Ternyata sejak muktamar itu muncul dua kubu di dalam PKB. Yakni kubu Gus Dur dan kubu Cak Imin.
Lantas pada Maret 2008 muncul kabar ada upaya untuk melengserkan Gus Dur dari posisi Ketua Dewan Syura PKB.
Caranya melalui Muktamar Luar Biasa (MLB).
Dalam rapat rutin gabungan DPP PKB pada 26 Maret 2008 diputuskan mencopot Cak Imin dari posisi Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB.
Dari 30 orang yang hadir, 20 orang memilih opsi agar Cak Imin mundur, 5 orang mendukung agar digelar MLB, 3 suara menolak MLB, dan 2 abstain.
Cak Imin tidak terima dengan keputusan tersebut dan mengajukan gugatan kepada Gus Dur ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas keputusan pemecatannya.
Selain itu, Sekretaris Jenderal PKB yang saat itu dijabat Lukman Edy juga menggugat Gus Dur karena dipecat dengan alasan rangkap jabatan.
PKB pimpinan Gus Dur menggelar MLB di Ponpes Al-Asshriyyah, Parung, Kabupaten Bogor, pada 30 April sampai 1 Mei 2008.
MLB itu menghasilkan keputusan Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syuro PKB. Ali Masykur Musa menggantikan Cak Imin sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz, dan Yenny Wahid (anak sulung Gus Dur) tetap sebagai Sekjen.
Cak Imin tak mau kalah dengan menggelar MLB di Hotel Mercure Ancol pada 2 sampai 4 Mei 2008. MLB itu menghasilkan keputusan Cak Imin sebagai Ketua Umum PKB.
Sementara itu dalam MLB kubu Cak Imin juga menetapkan KH Aziz Mansyur sebagai Ketua Dewan Syuro, dan Lukman Edy sebagai Sekjen.
Baca Juga: Ketua Umum PBNU Gus Yahya Tegas: PKB Bukan Perwakilan Dari NU
Rekonsiliasi Kubu Gus Dur dan Kubu Cak Imin
Konflik internal PKB berdampak pada hasil Pemilu 2009, di mana partai ini hanya mendapatkan 4,9 persen suara, turun dari posisi keempat menjadi posisi kesembilan.
Sementara itu, Gus Dur juga mengalami masalah kesehatan yang membuatnya harus dirawat di rumah sakit sejak Oktober 2009.
Pada tanggal 30 Desember 2009, Gus Dur meninggal dunia akibat komplikasi stroke.
Setelah kematian Gus Dur, kubu-kubu yang bertikai di PKB mulai melakukan rekonsiliasi untuk menyatukan partai ini kembali.