Setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia masih harus menghadapi Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia setelah Jepang pergi.
Di berbagai daerah, rakyat Indonesia harus berperang melawan pasukan Belanda.
Selain melakukan agresi militer, Belanda juga berusaha memecah Indonesia dengan mendirikan negara-negara boneka berbentuk negara federal.
Ini terjadi di Sulawesi Selatan.
Dalam Tragedi Patriot dan Pemberontak Kahar Muzakkar (2010), dijelaskan Belanda hendak mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT) dengan Makassar sebagai ibu kotanya.
Pada akhir 1946, 120 orang dari pasukan khusus DST dan komandannya, Westerling, dikirim ke Makassar.
Mereka tiba dengan kapal pada 5 Desember 1946.
Mereka ditugasi untuk menumpas pemberontak.
Pemberontak adalah kelompok nasionalis atau republikein, rakyat revolusioner yang mendukung kemerdekaan Republik Indonesia.
Maarten Hidskes, putra Piet Hidskes, anggota DST, menuturkan kisah perang yang selama ini ditutupi ayahnya.
Dia menulis kekejaman Belanda dalam buku Di Belanda Tak Seorang Pun Mempercayai Saya: Korban Metode Westerling di Sulawesi Selatan 1946-1947 (2018).
Maarten menceritakan Westerling memulai operasinya pada 11 Desember 1946.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR