Hal ini berarti bahwa produk nikel dari Indonesia, yang merupakan sekutu China, akan sulit masuk ke pasar AS.
Peraturan ini juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan AS terhadap China, yang merupakan produsen baterai terbesar di dunia.
Dengan adanya tekanan dari Uni Eropa dan Amerika Serikat, bagaimana nasib industri baterai di Indonesia?
Apakah Indonesia akan menyerah dan membuka kembali ekspor bijih nikel?
Ataukah Indonesia akan tetap berjuang untuk membangun industri hilir nikel yang mandiri dan berdaya saing?
Menurut analis ekonomi dan energi Faisal Basri, Indonesia harus tetap konsisten dengan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel, karena itu merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat.
Ia menilai bahwa gugatan Uni Eropa dan peraturan Amerika Serikat tidak akan berdampak signifikan terhadap industri baterai di Indonesia, karena pasar utama baterai adalah Asia, khususnya China, India, Jepang, dan Korea Selatan.
"Indonesia tidak perlu takut dengan gugatan Uni Eropa atau peraturan Amerika Serikat. Kita punya pasar besar di Asia, yang merupakan konsumen utama kendaraan listrik. Kita juga punya mitra strategis seperti China, yang sudah berinvestasi besar-besaran di industri hilir nikel kita," kata Faisal dalam wawancara dengan CNBC Indonesia.
Faisal menambahkan bahwa Indonesia harus mempercepat pengembangan industri hilir nikel, mulai dari smelter hingga pabrik baterai.
Ia menyarankan agar pemerintah memberikan insentif fiskal dan nonfiskal kepada investor yang mau berinvestasi di sektor ini, serta memfasilitasi kerja sama antara perusahaan lokal dan asing.
"Indonesia harus cepat-cepat membangun industri hilir nikel, karena itu merupakan peluang emas untuk menjadi raja baterai kendaraan listrik dunia. Kita harus memberikan kemudahan dan kepastian kepada investor, baik lokal maupun asing, agar mereka mau berinvestasi di sektor ini. Kita juga harus membangun kerja sama antara perusahaan BUMN dan swasta, serta antara perusahaan Indonesia dan asing, agar kita bisa saling menguntungkan," ujar Faisal.
Baca Juga: Punya Cadangan Nikel Terbanyak di Dunia, Ini Alasan Indonesia Dibutuhkan Dunia di Masa Depan
Dengan demikian, Indonesia dapat menghadapi ancaman dari Uni Eropa dan Amerika Serikat dengan cara yang cerdas dan berani.
Indonesia tidak perlu takut atau mundur dari cita-citanya untuk menjadi raja baterai kendaraan listrik dunia.
Indonesia harus tetap optimis dan percaya diri bahwa nikel Indonesia adalah aset berharga yang dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi bangsa.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR