Karena permintaannya ditolak, Andi Azis pun memutuskan memberontak. Dia juga ingin mempertahankan Negara Indonesia Timur.
Intisari-Online.com -Sosok Andi Azis tentu bukan orang sembarangan.
Dia adalah tokoh APRIS (sekarang TNI) tapi namanya menjadi kontroversial ketika terlibat peristiwa Pemberontakan Andi Azis.
Tujuan pemberontakan ini adalah mempertahankan Negara Indonesia Timur.
Bagaimana Andi Azis sampai berani memberontak?
Peristiwa pemberontakan Andi Aziz terjadi pada 5 April 1950 di Makassar.
Peristiwa pemberontakan Andi Azis berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka yang dijadikan sebagai pasukan keamanan untuk mengamankan situasi di Makassar.
Pada saat itu, di Makassar sering terjadi bentrokan antara kelompok propersatuan dengan kelompok pro-negara federal.
Menurut Andi Azis, hanya tentara APRIS dari KNIL yang bertanggung jawab atas keamanan di Makassar.
Tuntutan itu tidak dipenuhi dan pemerintah Republik Indonesia tetap mendatangkan TNI sebagai pasukan keamanan.
Ketika TNI benar-benar didatangkan ke Sulawesi Selatan, hal ini menyulut ketidakpuasan di kalangan pasukan Andi Aziz.
Pasukan Andi Aziz kemudian bereaksi dengan menduduki beberapa tempat penting di Makassar.
Seperti pos-pos militer, kantor telekomunikasi, lapangan terbang, serta menahan Letnan Kolonel A.J. Mokoginta yang menjabat sebagai Panglima Tentara Teritorium Indonesia Timur.
Pemberontakan Andi Azis dimulai pada tanggal 5 April 1950 pukul 05.00 pagi.
Saat itu, pasukan KNIL yang dipimpin oleh Andi Azis langsung menyerbu markas APRIS yang berada di Makassar.
Pasukan KNIL yang dipimpin oleh Andi Azis ini diberi nama Pasukan Bebas.
Beberapa tentara APRIS pun menjadi korban dalam penyerangan ini, bahkan beberapa perwira dari APRIS seperti Letkol A. J. Mokoginta pun turut menjadi tawanan Pasukan Bebas.
Dalam tempo waktu yang singkat, Andi Azis beserta pasukannya berhasil menduduki markas APRIS sekaligus menguasai kota Makassar.
Melihat Makassar udah dikuasai Andi Azis, upaya pemerintah dalam menghadapi Pemberontakan Andi Azis yaitu mengirim 12.000 tentara yang dipimpin oleh Letkol A. E. Kawilarang pada 7 April 1950.
Dikarenakan Makassar menjadi kacau balau, pada 8 April 1950, pemerintah RIS memberikan ultimatum kepada Andi Azis agar melapor ke Jakarta.
Pemerintah juga minta Andi Azis mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam waktu yang udah ditentukan.
Selain itu, Andi Azis juga diminta untuk mengembalikan senjata rampasan, menghentikan pasukan, hingga membebaskan semua tawanan.
Akan tetapi, Andi Azis malah ngeyel dan enggan berangkat ke Jakarta sesuai waktu yang sudah ditentukan.
Tentu saja hal itu membuatBung Karno secara tegas menyatakan bahwa Andi Azis adalah seorang pemberontak dan memerintahkan pasukan ekspedisi untuk segera menumpasnya.
Pemerintah RI memerintahkan Andi Azis untuk menghentikan pergerakannya dan mengultimatum agar datang ke Jakarta dalam waktu empat hari untuk mempertanggungjawabkan tindakannya.
Namun Andi Aziz ternyata terlambat melapor, sementara pasukannya telah berontak.
Andi Aziz pun segera ditangkap setibanya di Jakarta dari Makassar.
Pasukannya yang memberontak akhirnya menyerah dan ditangkap oleh pasukan militer RI di bawah pimpinan Kolonel A.E. Kawilarang.
Ketika Sukawati, Presiden NIT saat itu, mengetahui Andi Azis dicap sebagai pemberontak, dia menyarankan Andi Azis untuk menyerahkan diri ke pemerintah RIS di Jakarta.
Merasa tidak punya pilihan lain, Andi Azis pun akhirnya menyerahkan diri dengan berangkat ke Jakarta pada tanggal 15 April 1950.
Kemudian Andi Azis pun diadili sebagai pemberontak dan divonis 14 tahun penjara.