Intisari-online.com - Gempa bumi yang terjadi di Trenggalek pada tanggal 24 Agustus 2023 dengan magnitudo 4,8 merupakan salah satu contoh dari aktivitas tektonik yang sering terjadi di Indonesia.
Gempa bumi ini disebabkan oleh subduksi atau penunjaman lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Eurasia.
Lempeng Indo-Australia adalah lempeng tektonik raksasa yang mencakup sebagian besar wilayah India, Australia, dan sekitarnya.
Lempeng Indo-Australia bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 6-7 cm per tahun.
Akibatnya, lempeng ini bertabrakan dengan lempeng Eurasia yang bergerak ke arah selatan dengan kecepatan sekitar 2 cm per tahun.
Tabrakan ini menyebabkan lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia dan membentuk zona subduksi.
Zona subduksi adalah daerah di mana lempeng tektonik yang lebih berat menunjam ke bawah lempeng tektonik yang lebih ringan dan masuk ke dalam mantel bumi.
Zona subduksi lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia terbentang dari Sumatera hingga Jawa bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Papua.
Di zona subduksi inilah sering terjadi gempa bumi akibat gesekan antara kedua lempeng.
Gempa bumi yang terjadi di zona subduksi biasanya memiliki kedalaman dangkal hingga menengah, yaitu kurang dari 300 km.
Gempa bumi di zona subduksi juga berpotensi menimbulkan tsunami jika mengangkat atau menurunkan dasar laut secara tiba-tiba.
Baca Juga: Gempa Bumi Magnitudo 4,5 di Maluku Barat Daya, Akibat Subduksi Lempeng Indo-Australia dan Eurasia
Selain zona subduksi, lempeng Indo-Australia juga memiliki zona sesar atau patahan di dalamnya.
Zona sesar adalah daerah di mana lempeng tektonik retak atau bergeser satu sama lain.
Zona sesar lempeng Indo-Australia terbentuk karena adanya gaya tarik dan tekan yang berbeda di bagian utara dan selatan lempeng.
Zona sesar ini meliputi Sesar Mentawai di Sumatera Barat, Sesar Sumatera di Sumatera Utara, Sesar Semangko di Sumatera Selatan, Sesar Barisan Selatan di Lampung, Sesar Lembang di Jawa Barat, Sesar Opak di Yogyakarta, Sesar Kendeng di Jawa Timur, dan Sesar Palu-Koro di Sulawesi Tengah.
Zona sesar lempeng Indo-Australia juga sering menjadi sumber gempa bumi akibat pergerakan relatif antara dua blok lempeng.
Gempa bumi yang terjadi di zona sesar biasanya memiliki kedalaman dangkal, yaitu kurang dari 70 km.
Gempa bumi di zona sesar juga bisa menimbulkan dampak merusak jika terjadi dekat permukaan tanah atau pusat kota.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa lempeng Indo-Australia adalah penyebab utama gempa bumi di Indonesia.
Lempeng ini memiliki dua jenis zona aktif, yaitu zona subduksi dan zona sesar.
Kedua zona ini memiliki karakteristik dan dampak yang berbeda terhadap gempa bumi.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui lokasi dan perilaku dari kedua zona ini agar dapat mengantisipasi dan mengurangi risiko gempa bumi.