Peristiwa Kanigoro menjadi memori tersendiri bagi ratusan aktivis muslim Pelajar Islam Indonesia yang diserbu ribuan pemuda komunis di Desa Kanigoro, Kediri, pada Januari 1965.
Intisari-Online.com -Bagi kalangan aktivis Islam, terutama Pelajar Islam Indonesia (PII), ini adalah peristiwa yang akan selalu dingat-ingat dalam hati sanubari.
Ini adalah peristiwa pada 13 Januari 1965, ketika ratusan kader PII yang ikut pelatihan mental di Ponpes Al Jauhar, Desa Kanigoro, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, dikepung oleh ribuan pemuda komunis.
Mereka terdiri atas simpatisan Barisan Tani Indonesia (BTI) dan Pemuda Rakyat (PR), dua organ yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sementara PPI erat kaitannya dengan Partai Masyumi yang sejak 1960 dicap sebagai partai terlarang.
Peristiwa itu kelak dikenal sebagai Peristiwa Kanigoro
Jika kita pernah menonton film paling ikonik selama Orde Baru berkuasa,Penumpasan Penghianatan G30S/PKI, kita akan mendapat gambaran bagaimana peristiwa itu terjadi.
Dalam film tersebut, Peristiwa Kanigoro yang terjadi sekitar pukul 04.30 WIB, saat salat Subuh, dijadikan sebagai adegan pembuka.
Sekadar informasi, Pelajar Islam Indonesia (PII) merupakanorganisasi massa Pelajar Islam tertua yang ada di Indonesia.
PII bergerak di bidang kepelajaran dan pengkaderan dengan tujuan menciptakan kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan syariat Islam bagi segenap bangsa Indonesia dan umat manusia.
PII berdiri padaAhad, 4 Mei 1947 M/12 Jumadil Tsani 1366 H di Yogyakarta, tokoh pertamanya adalah Joesdi Ghazali.
Sebelum mengadakan agenda pelatihan itu, PII sejatinya sudah diperingatkan oleh Kodim Kediri.
Bagaimanapun juga, Kanigoro adalah basis PKI.
Di Kanigoro sebagian besar buruh tani terkait dengan Barisan Tani Indonesia (BTI), organisai petani paling progresif yang pernah ada di Indonesia.
Belum lagi masa Pemuda Rakyat yang tak kalah banyak jumlahnya.
Terlebih, dalam pelatihan itu, PII berencana mengundang mantan tokoh Masyumi, M. Samelan.
Yang ikut dalam pelatihan PII itu terdiri atas 127 peserta dan 36 orang panitia.
Mereka memang sudah mengantongi izin.
Walaupun dapat larangan, pengurus PII Jawa Timur, Anis Abiyoso tetap memaksa Samelan untuk ceramah di depan peserta.
Pelatihan tersebut berlangsung sejak tanggal 9 Januari 1965.
Lalu padaSubuh 13 Januari 1965 itu, sekitar 2.000 simpatisan BTI dan PR, sembari membawa senjata tajam, menyerbu masjid yang ada dalam pesantren tersebut.
Di situ, para peserta pelatihan sedang melaksanakan ibadah salat Subuh.
Mereka juga baru saja melaksanakan sahur lantaran saat itu adalah Bulan Puasa.
Lantaran kalah jumlah, panitia kuwalahan.
Menurut keterangan Abiyoso, para penyerbu itu ada yang menginjak-injak, merobek, dan membanting Al-quran.
Para peserta itu kemudian diarak sejauh 7 km menuju kantor polisi Sektor Kras sekitar pukul 07.00 WIB.
Peristiwa penyerbuan itu langsung menyebar dengan cepat, hingga sampai ke telinga Gus Maksum Jauhai, putra KH Jauhari, pengasuh pesantren yang ikut diseret pemuda komunis.
Dia lalu mengomandi Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Kediri.
Sembilan hari kemudian, delapan truk rombongan Banser merangsek menuju Kanigoro.
Tapi polisi segera mengambil langkah-langkah pencegahan, di antaranya adalah menangkapSuryadi dan Harmono, pemuda komunis yang dianggap menjadi dalang penyerbuan tersebut.
Seolah tak terima, hampir sebulan kemudian, sekitar tanggal 1 Februari 1965, ratusan anggota PII mengadakan rapat untuk menyikapi peristiwa Kanigoro.
Keputusannya, mereka akan menyerbu kantor PKI yang menjadi induk dari PR dan BTI.
Dampaknya, Anis Abiyoso pun menjadi buronan polisi setempat.
Hingga pada 12 Februari 1965, Anis menyerahkan diri di Malang, dan polisi menganggap kasus tersebut selesai.
Selesai bagi polisi, tapi Peristiwa Kanigoro akan selalu tersimpan dalam hati dan pikiran para aktivis Islam, PII.