Masa kejayaan Samudera Pasai terjadi pada kepemimpinan Sultan al-Malik Zahir II.
Dalam kepemimpinannya, Wilayah Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan.
Sehingga banyak saudagar dari penjuru dunia, seperti India, Siam, Arab hingga Cina datang untuk berniaga ke Pasai.
Lintas perdagangan di Pasai yang berkembang pesat saat itu juga membuat Kesultanan Samudera Pasai merilis mata uang emas yang disebut dirham untuk digunakan secara resmi.
Selain menjadi kawasan tersibuk, Kerajaan Samudera Pasai juga menjadi tempat dakwah penyebaran agama Islam, sekaligus pusat perkembangannya.
Walau sempat mendapat serangan dari Kerajaan Majapahit, Samudera Pasai mampu meraih kembali masa keemasannya pada pemerintahan Sultan Malikah Nahrasiyah.
Pada masa kejayaannya, Samudera Pasai menjadi salah satu pusat perdagangan yang cukup penting di Asia.
Letaknya yang strategis membuat wilayah kerajaan ini sering dikunjungi para saudagar dari berbagai negara, seperti Cina, India, Siam, Arab, dan Persia.
Kerajaan Samudera Pasai berdiri dari abad ke-13 hingga 16 Masehi, atau sekitar 3 abad hingga akhirnya runtuh akibat serangan Portugis.
Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan Sultan Zain Al-Abidin akhirnya ditaklukkan Portugis pada 1521.
Kondisi seperti ini dimanfaatkan oleh Sultan Ali Mughayat Syah, raja Kerajaan Aceh Darussalam untuk mengambil alih Samudera Pasai.
Pada 1524, Kerajaan Samudra Pasai masuk dalam wilayah Kerajaan Aceh Darussalam.
Dibuktikan dengan dipindahkannya Lonceng Cakra Donya milik Samudera Pasai ke Kerajaan Aceh Darussalam.
Jejak peninggalan Kesultanan Samudera Pasai diketahui lewat penemuan makam raja-raja Pasai di Kampung Geudong, Aceh Utara.
Area makam itu berada tidak jauh dari reruntuhan bangunan Kesultanan Samudera Pasai yang persisnya berlokasi di Desa Beuringen, Kecamatan Samudera, Lhokseumawe.
Dari deretan makam para raja, ada makam atas nama Sultan Malik al-Saleh, raja pertama sekaligus pendiri Samudera Pasai.
Ada juga makam Sultan Malik az-Zahir, Teungku Peuet Ploh, hingga Ratu Al-Aqla.
Selain pemakaman, Kerajaan Samudera Pasai juga memiliki peninggalan, berupa lonceng Cakra Donya, dirham, Naskah Surat Sultan Zainal Abidin, stempel khas kerajaan, buku Tasawuf, hingga karya tulis Hikayat Raja Pasai.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR