Intisari-online.com - Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, akhirnya lolos dari hukuman mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Februari 2023.
Ia terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, yang merupakan anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan.
Ferdy Sambo diduga membunuh Brigadir J karena dendam pribadi terkait kasus korupsi yang menjeratnya.
Pada Selasa, 8 Agustus 2023, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan kasasi yang mengubah hukuman mati Ferdy Sambo menjadi seumur hidup.
Putusan ini diputuskan dalam sidang tertutup oleh lima hakim agung, yaitu Suhadi, Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.
Dalam putusan tersebut, MA menolak kasasi yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa, serta memperbaiki kualifikasi tindak pidana yang dilakukan oleh Ferdy Sambo.
Berikut adalah beberapa fakta-fakta di balik putusan MA yang mengubah hukuman mati Ferdy Sambo menjadi seumur hidup:
1. Ada dua hakim agung yang berbeda pendapat.
Dari lima hakim agung yang menyidangkan kasasi Ferdy Sambo, dua di antaranya memiliki pendapat berbeda atau descending opinion (DO).
Mereka adalah Jupriyadi dan Desnayeti.
Kedua hakim agung ini berpendapat bahwa Ferdy Sambo tetap harus dihukum mati karena telah melakukan pembunuhan berencana secara sadis dan keji.
Baca Juga: Tak Lagi Vonis Mati, MA Ringankan Vonis Ferdy Sambo Jadi Penjara Seumur Hidup
Namun, pendapat mereka tidak dikuatkan oleh tiga hakim agung lainnya, yaitu Suhadi, Suharto, dan Yohanes Priyana.
Ketiganya berpendapat bahwa hukuman mati terlalu berat untuk Ferdy Sambo dan mengubahnya menjadi seumur hidup.
2. Ada perbaikan kualifikasi tindak pidana.
Dalam putusan kasasi, MA memperbaiki kualifikasi tindak pidana yang dilakukan oleh Ferdy Sambo dari pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana menjadi pasal 340 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama.
Selain itu, MA juga menambahkan pasal 406 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama.
Hal ini berkaitan dengan dugaan bahwa Ferdy Sambo telah merusak sistem GPS mobil Brigadir J untuk menghilangkan jejaknya.
3. Ada pengurangan hukuman untuk terdakwa lainnya.
Selain Ferdy Sambo, ada tiga terdakwa lainnya yang juga mendapatkan pengurangan hukuman dari MA. Mereka adalah istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi; mantan asisten rumah tangga Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf; dan mantan ajudan Ferdy Sambo, Ricky Rizal Wibowo. Ketiganya juga terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembunuhan Brigadir J.
MA mengurangi hukuman Putri Candrawathi dari 20 tahun menjadi 10 tahun penjara; hukuman Kuat Ma'ruf dari 15 tahun menjadi 10 tahun penjara; dan hukuman Ricky Rizal Wibowo dari 13 tahun menjadi 8 tahun penjara.
4. Ada lobi politik yang diduga mempengaruhi putusan MA.
Beberapa pihak menilai bahwa putusan MA yang mengubah hukuman mati Ferdy Sambo menjadi seumur hidup tidak sesuai dengan fakta persidangan dan bukti-bukti yang ada.
Baca Juga: Dijuluki Algojo Koruptor, Ini Daftar Vonis Berat yang Dijatuhkan Sosok Artidjo Alkostar
Mereka menduga bahwa ada lobi politik yang mempengaruhi putusan MA, terutama dari pihak-pihak yang ingin melindungi Ferdy Sambo karena memiliki hubungan dekat dengannya.
Salah satu pihak yang menuding adanya lobi politik adalah Kamaruddin, kuasa hukum keluarga Brigadir J.
Ia mengatakan bahwa putusan MA telah mengkhianati rasa keadilan dan mengabaikan hak korban.
Ia juga menuding bahwa ada campur tangan penguasa dalam putusan MA, terutama dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Hal ini karena Mahfud MD pernah menyatakan bahwa hukuman mati tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.