Tunjangan profesi ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian guru, serta mendorong mereka untuk lebih profesional dan berdedikasi dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik
Guru-guru Indonesia wajib mengantongi sertifikasi pendidik sebagai bukti telah menjadi guru profesional sesuai ketentuan Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Sertifikasi tersebut bukan sekadar untuk mendapat tunjangan sertifikasi guru sebesar satu kali gaji pokok, tetapi pengakuan dari pemerintah sebagai guru legal.
Hingga kini masih ada sekitar 1,6 juta guru yang belum disertifikasi, dan yang terbanyak justru para guru yang diamanatkan UU Guru dan Dosen dengan masa pengangkatan di bawah tahun 2015.
Proses sertifikasi guru di Indonesia masih menghadapi sejumlah masalah, salah satunya prosesnya yang berbelit-belit dan keterbatasan kuota sehingga menimbulkan konflik di kalangan guru.
Untuk itu, pemerintah diharapkan memprioritaskan penanganan persoalan pendidikan profesi guru dan memudahkan prosesnya.
Seperti dikutip oleh Kompas.id, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi menyampaikan masalah utama yang terus menjadi fokus hingga saat ini adalah sertifikasi guru Indonesia.
Proses pendidikan profesi guru (PPG), terlebih bagi guru honorer, yang rumit menimbulkan rasa iri dari para guru, sementara mereka wajib lulus pretest PPG.
Saat ini guru non-aparatur sipil negara (ASN) sekolah negeri di Indonesia berjumlah sekitar 700.000 orang.
Syarat bagi mereka agar dapat mengikuti pretest PPG adalah terdaftar di data pokok pendidikan (dapodik), memiliki nomor unik pendidik tenaga kependidikan (NUPTK), mendapat surat keputusan pengangkatan dari kepala daerah/dinas, dan status dapodiknya wajib honorer tingkat satu atau dua.
Namun, status kepegawaian di dapodik untuk yang masih honorer sekolah meski sudah mempunyai NUPTK ditolak sistem dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
”Proses mendapatkan sertifikasi para guru sangat berbelit-belit. Ini menjadi masalah karena para guru menjadi iri dengan proses sertifikasi dosen yang lebih mudah. Apalagi persentase guru yang menerima sertifikasi masih di bawah 50 persen saat ini,” kata Unifah kepada Kompas.id, seusai acara PB PGRI di Gedung Guru Indonesia, Jakarta Pusat.
Baca Juga: Inilah Kenyataan, Tidak Semua Guru Kompeten Mengajar
Selain itu, proses sertifikasi guru terkendala lantaran adanya keterbatasan kuota dari pemerintah dan PPG di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Padahal, persoalan daya tampung telah diatur dalam Pasal 109 di RUU Sistem Pendidikan Nasional draf Agustus 2022.
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media #SayaPilihBumi dengan media Intisari National Geographic Indonesia, Infokomputer, dan GridOto.
Penulis | : | Tjahjo Widyasmoro |
Editor | : | Tjahjo Widyasmoro |
KOMENTAR