Puspom TNI mengungkap bahwa skandal ini berlangsung sejak tahun 2019 hingga 2022.
Modus operandinya adalah sebagai berikut: pertama, kontraktor-kontraktor tersebut mengajukan penawaran harga yang lebih tinggi dari harga pasar kepada Basarnas.
Kedua, pejabat Basarnas menyetujui penawaran tersebut dan mengeluarkan surat perintah kerja (SPK).
Ketiga, kontraktor-kontraktor tersebut menyerahkan sebagian uang hasil proyek kepada pejabat Basarnas melalui rekening pribadi atau perusahaan fiktif.
Keempat, pejabat Basarnas menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Apa dampak skandal ini bagi Basarnas?
Skandal ini tentu saja merugikan negara dan masyarakat.
Dana komando yang seharusnya digunakan untuk kegiatan penyelamatan dan penanggulangan bencana malah disalahgunakan untuk kepentingan korupsi.
Akibatnya, kinerja dan kredibilitas Basarnas sebagai lembaga penanggulangan bencana menjadi tercoreng.
Selain itu, skandal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan dan transparansi penggunaan dana komando di Basarnas.
Bagaimana langkah hukum yang diambil terkait skandal ini? Puspom TNI telah melakukan penyidikan terhadap 11 tersangka sejak Februari 2023.
Baca Juga: Antara Hukum dan Etika Di Balik Polemik Penangkapan TNI oleh KPK
Puspom TNI juga telah menyita sejumlah barang bukti, seperti dokumen-dokumen proyek, rekening bank, dan aset-aset milik tersangka.
Tak hanya itu, Puspom TNI berencana menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan Agung pada bulan April 2023.
Kemudian, Puspom TNI juga berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut lebih lanjut kasus ini.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR