Intisari-online.com -Skandal dana komando Basarnas menjadi sorotan publik setelah Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI mengungkap adanya aliran dana yang diduga merupakan suap dari sejumlah kontraktor kepada pejabat Basarnas.
Skandal ini juga menyeret nama Kepala Basarnas Henri Alfiandi yang diduga memerintahkan penggunaan dana komando tersebut.
Apa itu dana komando? Dana komando adalah dana operasional yang digunakan oleh Basarnas untuk kegiatan penyelamatan dan penanggulangan bencana.
Dana ini bersumber dari APBN dan dialokasikan setiap tahunnya. Menurut Puspom TNI, dana komando Basarnas pada tahun 2022 mencapai Rp 1,2 triliun.
Siapa saja yang terlibat dalam skandal ini? Puspom TNI telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus ini, yaitu 6 pejabat Basarnas dan 5 kontraktor.
Pejabat Basarnas yang menjadi tersangka adalah Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas Mayjen TNI (Mar) Dedy Yulianto, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Basarnas Mayjen TNI (Mar) Bambang Suryo Aji, Kepala Biro Umum Basarnas Brigjen TNI (Mar) Iwan Setiawan, Kepala Biro Keuangan Basarnas Brigjen TNI (Mar) Dwi Sulistyo, dan Kepala Bagian Program dan Anggaran Basarnas Kolonel Laut (T) Agus Haryanto.
Kontraktor yang menjadi tersangka adalah PT Indoguna Utama, PT Sinar Galesong Mandiri, PT Sumber Rejeki, PT Sumber Daya Prima, dan PT Sumber Daya Makmur.
Berapa nilai suap yang diduga diberikan oleh kontraktor?
Menurut Puspom TNI, kontraktor-kontraktor tersebut diduga memberikan suap sebesar Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar kepada pejabat Basarnas untuk mendapatkan proyek-proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Total nilai suap yang diduga diterima oleh pejabat Basarnas mencapai Rp 16 miliar.
Bagaimana modus operandi skandal ini?
Puspom TNI mengungkap bahwa skandal ini berlangsung sejak tahun 2019 hingga 2022.
Modus operandinya adalah sebagai berikut: pertama, kontraktor-kontraktor tersebut mengajukan penawaran harga yang lebih tinggi dari harga pasar kepada Basarnas.
Kedua, pejabat Basarnas menyetujui penawaran tersebut dan mengeluarkan surat perintah kerja (SPK).
Ketiga, kontraktor-kontraktor tersebut menyerahkan sebagian uang hasil proyek kepada pejabat Basarnas melalui rekening pribadi atau perusahaan fiktif.
Keempat, pejabat Basarnas menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Apa dampak skandal ini bagi Basarnas?
Skandal ini tentu saja merugikan negara dan masyarakat.
Dana komando yang seharusnya digunakan untuk kegiatan penyelamatan dan penanggulangan bencana malah disalahgunakan untuk kepentingan korupsi.
Akibatnya, kinerja dan kredibilitas Basarnas sebagai lembaga penanggulangan bencana menjadi tercoreng.
Selain itu, skandal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan dan transparansi penggunaan dana komando di Basarnas.
Bagaimana langkah hukum yang diambil terkait skandal ini? Puspom TNI telah melakukan penyidikan terhadap 11 tersangka sejak Februari 2023.
Baca Juga: Antara Hukum dan Etika Di Balik Polemik Penangkapan TNI oleh KPK
Puspom TNI juga telah menyita sejumlah barang bukti, seperti dokumen-dokumen proyek, rekening bank, dan aset-aset milik tersangka.
Tak hanya itu, Puspom TNI berencana menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan Agung pada bulan April 2023.
Kemudian, Puspom TNI juga berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut lebih lanjut kasus ini.