Intisari-online.com - Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Kompeni Belanda adalah sebuah kongsi dagang yang didirikan pada tahun 1602 untuk menguasai perdagangan di Asia.
VOC memiliki monopoli atas perdagangan rempah-rempah, sutra, keramik, logam, dan produk-produk lainnya yang berasal dari Nusantara dan sekitarnya.
Untuk menjalankan aktivitasnya, VOC membangun berbagai kantor, benteng, dan pos dagang di berbagai wilayah di Asia.
Namun, tidak banyak yang tahu bahwa VOC mengalami kemunduran dan akhirnya dibubarkan pada tahun 1799.
Lantas, bagaimana nasib kantor-kantor VOC di Indonesia setelah keruntuhan perusahaan dagang Belanda?
Pada akhir abad ke-18, VOC menghadapi banyak masalah keuangan yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti korupsi para pejabatnya, volume perdagangan yang menurun akibat peperangan di Eropa, persaingan dengan kongsi dagang lainnya, dan pemberontakan rakyat dan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Karena terus-menerus merugi, VOC tidak mampu membayar dividen dari saham yang dibeli rakyat Belanda.
Utang VOC kepada negara terus menumpuk hingga mencapai 120 juta gulden.
Pada tahun 1795, terjadi perubahan pemerintahan di negeri Belanda. Kerajaan Belanda berubah menjadi Republik Bataaf akibat serangan Perancis yang membuat Raja Willem V melarikan diri ke Inggris.
Republik Bataaf kemudian mengambil alih semua aset VOC dan membubarkannya pada 31 Desember 1799.
Dengan demikian, VOC berhenti beroperasi sebagai sebuah kongsi dagang dan menjadi bagian dari pemerintah kolonial Belanda.
Baca Juga: Serangan Udara Pertama TNI AU 27 Juli 1947 Jadi Tanda Kebangkitan Indonesia Melawan Agresi Belanda
Nasib kantor-kantor VOC di Indonesia pun ikut berubah. Sebagian besar kantor-kantor VOC diambil alih oleh pemerintah Republik Bataaf dan kemudian oleh pemerintah Kerajaan Belanda setelah Restorasi Bourbon pada tahun 1813.
Kantor-kantor VOC yang berada di bawah otoritas gubernur jenderal dan dewan VOC di Batavia (sekarang Jakarta) menjadi pusat administrasi pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia.
Kantor-kantor VOC yang berada di luar Batavia menjadi cabang-cabang pemerintahan kolonial Belanda yang bertugas mengawasi perdagangan dan keamanan di wilayah-wilayah tersebut.
Namun, tidak semua kantor-kantor VOC berhasil dipertahankan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Beberapa kantor-kantor VOC yang berada di wilayah-wilayah yang sulit dikontrol atau bersaing dengan kekuatan asing lainnya harus ditinggalkan atau diserahkan kepada pihak lain.
Misalnya, kantor VOC di Aceh ditinggalkan pada tahun 1819 karena perlawanan rakyat Aceh.
Kantor VOC di Bengkulu diserahkan kepada Inggris pada tahun 1824 sebagai bagian dari Perjanjian London.
Kantor VOC di Malaka diserahkan kepada Inggris pada tahun 1825 sebagai bagian dari Perjanjian Sumatera.
Dengan demikian, nasib kantor-kantor VOC di Indonesia setelah keruntuhan perusahaan dagang Belanda bervariasi tergantung pada kondisi politik dan ekonomi di masing-masing wilayah.
Sebagian besar kantor-kantor VOC menjadi bagian dari pemerintahan kolonial Belanda yang berlanjut hingga awal abad ke-20.
Sebagian kecil kantor-kantor VOC harus ditinggalkan atau diserahkan kepada kekuatan asing lainnya karena alasan strategis atau diplomatis.
Baca Juga: Pertempuran yang Pernah Terjadi di Benteng Vastenburg, Bangunan Bersejarah yang Kini Disita Kejari
Kantor-kantor VOC pun menjadi saksi bisu dari sejarah penjajahan Belanda di Indonesia.