Saat Perkembangan Aktivitas Perdagangan Dan Pelayaran Di Kerajaan Malaka Tumbuh Sangat Pesat Bikin Portugis Tergiur

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Alfonso d'Albuquerque, pelaut Portugis yang memimpin penaklukkan atas Kerajaan Malaka. Di sini Portugis lalu memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Alfonso d'Albuquerque, pelaut Portugis yang memimpin penaklukkan atas Kerajaan Malaka. Di sini Portugis lalu memonopoli perdagangan rempah-rempah.

Alfonso de Albuquerque, pelaut Portugis yang memimpin penaklukkan atas Kerajaan Malaka. Di sini Portugis lalu memonopoli perdagangan rempah-rempah.

Intisari-Online.com -Terletak di dekat Selat Malaka berarti keuntungan bagi Kerajaan Malaka atau Kesultanan Malaka.

Dan begitulah adanya, sehingga Portugis pun tertarik untuk menaklukkannya.

Kerajaan Malaka merupakan sebuah kesultanan bercorak Islam yang berdiri pada abad ke-15, letaknya di dekat Selat Malak.

Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Malaka adalahParameswara, pangeran Hindu keturunan Palembang.

Setelah masuk Islam, dia bergelar Sultan Iskandar Syah.

Kerajaan Malaka merupakan kerajaan bercorak maritim yang mengandalkan perekonomian dari perdagangan dan kelautan.

Pada masa Sultan Mansur Syah (1459-1477), Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaan sebagai kerajaan maritim.

Bahkan, Kerajaan Malaka dapat dikatakan sebagai pusat perdagangan dan kerajaan maritim termasyhur di Nusantara pada saat itu.

Setelah kejayaan Majapahit meredup, muncul Kerajaan Malaka sebagai kota dagang di Semenanjung Melayu.

Kerajaan Malaka yang berdiri di wilayah Melayu merupakan kerajaan bercorak maritim yang mengandalkan penerimaan kas kerajaan dari sektor perdagangan dan kelautan.

Perkembangan aktivitas perdagangan dan pelayaran di Kerajaan Malaka tumbuh dengan sangat pesat berkat letaknya yang berada di Selat Malaka.

Selat Malaka, yang terletak di antara Semenanjung Melayu dan Pulau Sumatera, sejak zaman kuno telah berperan penting bagi kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara.

Seperti Sriwijaya, Majapahit, dan China.

Bahkan, Selat Malaka dikenal sebagai Jalur Sutra yang menghubungkan perdagangan antara Timur dan Barat.

Menyadari adanya peluang besar dengan berdiri di dekat Selat Malaka, yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan internasional, Raja Malaka memaksimalkan potensi maritim untuk membangun kerajaan.

Kelahiran Kerajaan Malaka sebagai kerajaan maritim mengakibatkan perpindahan konsentrasi kegiatan dagang yang semula dipegang Samudera Pasai.

Untuk mendukung aktivitas perdagangan dan pelayaran, Kerajaan Malaka membangun pelabuhan yang menjadi pintu masuk kapal-kapal dagang asing dari Barat menuju Timur.

Meski secara geografi kotanya tergolong kecil, tetapi Malaka merupakan pelabuhan besar untuk berdagang komoditas berharga di dunia.

Keberhasilan Kerajaan Malaka dalam membangun sektor maritim tidak dapat dilepaskan dari peran China.

Sumber-sumber sejarah China pada abad ke-15 menujukkan bahwa Dinasti Ming mengirim utusan pada 1403 dan 1407 ke Malaka.

Utusan China tersebut membawa sejumlah hadiah yang dipersembahkan untuk Raja Malaka.

Bahkan, mereka juga membawa Raja Malaka beserta istri dan anaknya untuk berkunjung ke China.

Kedatangan utusan-utusan China tidak hanya menandai keberadaan Kerajaan Malaka.

Tapi juga menjamin keamanan dan stabilitas politik Malaka sebagai kerajaan maritim yang baru berkembang.

Jelas bahwa China berperan penting dalam membangun landasan kuat bagi perkembangan Malaka sebagai kerajaan maritim yang berpengaruh.

Jalinan hubungan Malaka-China memang sangat menguntungkan kedua belah pihak.

Bagi China, hubungan dagang tersebut berarti menghentikan pencariannya akan pusat dagang strategis dan aman dari kemungkinan bajak laut, untuk rute ke India.

Sedangkan bagi Malaka, dukungan China sangat signifikan dampaknya terhadap kepentingan politik dan ekonomi kerajaan yang baru berdiri.

Diperkirakan, menjelang pertengahan abad ke-15, Malaka telah mampu mempertahankan dirinya sebagai kerajaan maritim yang stabil.

Dalam perkembangan selanjutnya, hubungan Malaka semakin intensif dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara.

Penguasa Malaka berupaya agar pedagang Jawa memindahkan kegiatan ekonomi mereka dari daerah Pasai ke Kerajaan Malaka.

Dari situ, Malaka menjelma menjadi pusat kekuatan ekonomi dan politik Islam, melampaui keberhasilan Samudra Pasai.

Kegiatan perdagangan dan pelayaran di Kerajaan Malaka semakin berkembang akibat ramainya kehadiran para pedagang Muslim dari Arab dan India.

Kerajaan Malaka merupakan pelabuhan bongkar muat bagi barang-barang yang datang dari Timur Jauh.

Di Malaka-lah, pedagang dari Nusantara, China, Asia Timur, dan Eropa, bertemu untuk melakukan transaksi dagang.

Pedagang dari Arab dan India dapat membeli barang-barang berkualitas dari berbagai penjuru Nusantara, seperti cengkih, pala, kayu cendana, kapur barus, dan timah.

Di masa ini, industri perkapalan dan pelayaran berkembang pesat.

Di pelabuhan Malaka, selain berlangsung transaksi perdagangan, pemerintah kerajaan juga meraup pendapatan dari pajak.

Kapal yang singgah untuk berdagang atau mengisi bahan bakar dan persediaan awak, ditarik pajak niaga serta pajak pelabuhan.

Meski hanya berdiri sekitar satu abad, Kerajaan Malaka tidak saja menjadi salah satu pelabuhan perdagangan teramai dunia.

Tapi juga menjadi tempat penyebaran agama Islam, pengetahuan, dan sastra.

Memasuki abad ke-16, kejayaan Malaka sebagai pusat perdagangan dunia meredup.

Kejayaan Malaka harus berakhir pada 1511, ketika bangsa Portugis melakukan penaklukan.

Tidak seperti bangsa China yang menjalin hubungan dagang dengan Malaka semata-mata untuk kepentingan ekonomi, bangsa Eropa cenderung tergoda untuk melakukan penaklukan.

Sejak penaklukan Malaka, para pedagang Muslim mancanegara beralih ke Kerajaan Aceh.

Lalu apa yang membuat Portugis begitu tergiur menaklukkan Malaka?

Setelah Konstantinopel jatuh ke tangan Turki Ustmani, Eropa mengalami kriris.

Salah satu negara Eropa yang terkena dampak paling parah adalah Portugis.

Negara ini kelak kita kenal sebagai pelopor penjelajahan samudra untuk mencari sumber rempah-rempah yang sangat dibutuhkan di Eropa.

Pada awal abad ke-16, bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque berhasil menaklukkan India.

Tidak berselang lama, Alfonso d'Albuquerque bergerak ke timur dan berhasil menaklukkan Malaka, yang sedang menghadapi krisis kepemimpinan.

Saat itu, Kesultanan Malaka adalah pusat perdagangan dunia di mana para pedagang dari Arab dan China saling bertemu.

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 membawa dampak yang sagat besar.

Setelah berhasil menaklukkan Malaka, bangsa Portugis segera menerapkan sistem monopoli terhadap perdagangan di sana.

Terutama rempah-rempah, yang sangat berharga di pasaran Eropa.

Malaka adalah pusat perdagangan dunia di mana para pedagang dari barat dan timur saling bertemu.

Dengan memegang monopoli perdagangan di Malaka, perkembangan ekonomi Portugis pun semakin maju.

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511 ternyata memberikan keuntungan bagi kemajuan Kerajaan Aceh.

Peristiwa itu mendorong Aceh berkembang menjadi bandar perdagangan yang besar karena para pedagang Muslim mulai memindahkan semua kegiatan perdagangannya dari Malaka ke Aceh.

Pasalnya, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, para pedagang Islam dari Timur Tengah dilarang berdagang di sana.

Sejak itu, pedagang Islam tidak lagi melakukan perdagangan melalui Malaka, melainkan melalui Pantai Barat Sumatera.

Hal ini kemudian berdampak pada berkembangnya beberapa pelabuhan yang ada di Indonesia, seperti Aceh dan Banten.

Pada 1513, armada dari Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Pati Unus, melancarkan serangan terhadap kedudukan Portugis di Malaka.

Hal ini dilakukan guna mengantisipasi perluasan Portugis di Nusantara, terutama di Jawa.

Namun, ekspedisi Demak menemui kegagalan.

Pasalnya, setelah Malaka berhasil ditaklukkan, Albuquerque menetap sampai November 1511.

Albuquerque menyiapkan benteng pertahanan di Malaka untuk menahan serangan balasan dari orang-orang Melayu.

Kendati menemui kegagalan dan wafat selama ekspedisi ini, Pati Unus mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor karena jasanya memimpin pasukan armada laut ke Malaka.

Penguasaan Portugis di Malaka juga berdampak pada perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda dari Aceh.

Secara umum, berikut ini beberapa alasan Kerajaan Aceh menyerang Portugis di Malaka.

- Keinginan Aceh menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka

- Ambisi Portugis untuk memonopoli perdagangan Aceh

- Portugis melakukan blokade terhadap perdagangan Aceh

- Portugis melakukan penangkapan kapal-kapal Aceh

Selain menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku, Portugis juga menyebarkan agama Kristen di sana.

Selain mengutus pimpinan gereja, bangsa Portugis kemudian membangun Gereja St. Paul pada 1521 sebagai pusat beribadah dan komunitas Kristen Eropa di Malaka.

Meski sempat digunakan sebagai pusat penyebaran agama Kristen, gereja tersebut saat ini tinggal reruntuhannya saja.

Persaingan bangsa Eropa Keberhasilan Portugis mengarungi lautan luas untuk mencari rempah-rempah kemudian diikuti oleh berbagai negara di Eropa, seperti Inggris, dan Belanda.

Inggris kemudian melakukan penjelajahan samudra di bawah pimpinan Francis Drake, yang juga berhasil menemukan sumber rempah-rempah.

Pelaut Belanda, Cornelis de Houtman, memimpin ekspedisi yang berhasil mendarat di Banten pada 1596.

Kemudian, pada 1602, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) didirikan, yang menandai dimulainya penjajahan bangsa Belanda di Indonesia.

Artikel Terkait