Seiring Senopati dan Ki Juru Martani yang terus menengadah ke langit, jin, peri, dan prayangan dibarengi hujan, badai, dan suara gemuruh yang dahsyat datang bersamaan.
Setelah itu Gunung Merapi meletus, menyemburkan api dan suara gemuruh, debu pun turun dengan lebatnya.
Kali Opak penuh dengan lumpur dan batu-batu besar.
Bersamaan dengan itu, tumpukan kayu yang disusun di bukit-bukit di Gunung Kidul dibakar, sehingga tampak seperti lautan api.
Para pasukan khusus juga membunyikan canang Ki Bicak dengan bertalu-talu.
"Kombinasi antara gejala alam dan kecerdikan ini dimaksudkan untuk menakut-nakuti orang Pajang," tulis De Graaf.
Sultan Pajang pun ketakutan, meskipun adipati Tuban terus-terusan menggelorakan semangatnya.
Tapi sepertinya Sultan sudah pasrah dan merasa riwayatnya akan berakhir.
Dia juga yakin bahwa dirinya adalah raja Pajang yang terakhir, dan Senopati akan menjadi penggantinya.
Gejala alam semakin mengerikam, tentara Pajang lari tunggang langgang, Sultan pun demikian.
Mereka menyangka musuh datang menyerang, balatentara Pajang yang besar itu pun tersapu bersih dalam sekejap.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR