Interaksi ini menghasilkan proses adopsi dan akulturasi kebudayaan, yaitu penerimaan dan penyesuaian unsur-unsur budaya asing dengan budaya lokal.
Proses ini telah menjadikan nusantara sebagai melting pot kebudayaan, yaitu tempat meleburnya berbagai budaya menjadi satu kesatuan yang khas dan beragam.
Adopsi dan akulturasi kebudayaan jalur rempah masih bisa ditemui hingga saat ini dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat nusantara.
Contoh Adopsi dan Akulturasi Kebudayaan Jalur Rempah
Berikut adalah 3 contoh adopsi dan akulturasi kebudayaan jalur rempah yang masih bisa ditemui di masa kini:
Bahasa
Dalam proses akulturasi, bahasa asing seringkali diterima dan digunakan bersamaan dengan bahasa lokal, sehingga membentuk bahasa hibrida yang khas.
Contohnya adalah bahasa Melayu yang dipengaruhi oleh bahasa Arab, Sanskerta, Portugis, Belanda, Inggris, Cina, dan lain-lain.
Bahasa Melayu kemudian menjadi bahasa lingua franca atau bahasa perantara dalam jalur rempah. Bahasa Melayu juga menjadi dasar dari bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi negara Indonesia saat ini.
Selain itu, banyak kata-kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa asing karena pengaruh jalur rempah
Misalnya kata "rempah" sendiri berasal dari bahasa Sanskerta "ramba", kata "kapal" berasal dari bahasa Tamil "kappal", kata "gula" berasal dari bahasa Arab "sukkar", kata "mentega" berasal dari bahasa Portugis "manteiga", kata "keju" berasal dari bahasa Belanda "kaas", kata "teh" berasal dari bahasa Cina "cha", dan masih banyak lagi.
Baca Juga: Bagaimana Dinamika Hubungan Saudagar dan Penguasa Lokal di Nusantara Sebelum Datangnya Bangsa Eropa?
KOMENTAR