Sultan Hamengkubuwono II kemudian meninggal pada tahun 1814 dan digantikan oleh putranya yang lain, Sultan Hamengkubuwono IV.
Sultan Hamengkubuwono III memiliki hubungan yang dekat dengan putranya, Pangeran Diponegoro, yang lahir dengan nama Raden Mas Ontowiryo pada tanggal 11 November 1785.
Pangeran Diponegoro tumbuh menjadi sosok yang religius dan berwawasan luas.
Ia belajar agama Islam dari ulama-ulama terkenal seperti Kyai Mojo dan Syekh Ahmad Mutamakkin.
Juga belajar ilmu militer dari para pahlawan perang seperti Alibasah Sentot Prawirodirjo dan Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan.
Pangeran Diponegoro menjadi inspirasi bagi ayahnya dalam melawan penjajahan Belanda.
Pada tahun 1821, petani lokal menderita akibat penyalahgunaan tanah oleh warga Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman.
Pangeran Diponegoro kemudian membulatkan tekad untuk melakukan perlawanan.
Hal tersebut dilakukan dengan pajak Puwasa agar petani di Tegalrejo dapat membeli senjata dan makanan.
Amarah Pangeran Diponegoro juga memuncak ketika Belanda memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya.
Pada tahun 1825, pecahlah Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang merupakan perang terbesar yang dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara.
Baca Juga: Teruo Nakamura, Tentara Jepang Terakhir yang Menyerah di Indonesia
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR