Intisari-online.com - Sejak tahun 1755 hingga sekarang, raja-raja Yogyakarta menggunakan gelar Sultan Hamengkubuwono.
Arti dari nama Hamengkubuwono adalah "penguasa yang mengembangkan alam semesta".
Beberapa Sultan Hamengkubuwono memiliki pengalaman unik dalam naik dan turun takhta. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:
Sultan Hamengkubuwono II (1769-1828) adalah anak tertua dari Sultan Hamengkubuwono I, pendiri Kesultanan Yogyakarta.
Ia naik takhta pada tahun 1792 setelah ayahnya meninggal.
Namun, pada tahun 1810, ia dipaksa turun takhta oleh Belanda dan digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Hamengkubuwono III.
Ketika Inggris datang pada tahun 1811, Sultan Hamengkubuwono II mengambil takhtanya kembali dari sang putra.
Ia kemudian turun takhta lagi pada tahun 1812 dan menyerahkan tahta kepada adiknya yang bergelar Sultan Hamengkubuwono IV.
Namun, pada tahun 1826, ia kembali naik takhta setelah Sultan Hamengkubuwono IV meninggal tanpa meninggalkan putra mahkota.
Ia akhirnya meninggal pada tahun 1828 dan digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Hamengkubuwono V .
Sultan Hamengkubuwono IV (1804-1823) adalah putra dari Sultan Hamengkubuwono II dan adik dari Sultan Hamengkubuwono III.
Baca Juga: 3 Alasan Ibu Kota Mataram Kuno Dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok
Ia menjadi sultan termuda Yogyakarta karena naik takhta pada usia 10 tahun pada tahun 1814 setelah ayahnya turun takhta untuk kedua kalinya.
Ia memerintah selama sembilan tahun hingga meninggal pada tahun 1823 karena sakit .
Sultan Hamengkubuwono VII (1839-1921) adalah putra dari Sultan Hamengkubuwono V dan cucu dari Sultan Hamengkubuwono II.
Ia naik takhta pada tahun 1877 setelah ayahnya meninggal.
Ia dikenal sebagai "Sultan Sugih" atau sultan kaya karena berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat dan keraton.
Juga berprestasi dalam bidang pendidikan, budaya, dan militer.
Pada tahun 1921, di usianya yang telah menginjak 82 tahun, Sultan Hamengkubuwono VII memilih turun takhta dan meninggal di tahun yang sama
Sultan Hamengkubuwono IX** (1912-1988) adalah putra dari Sultan Hamengkubuwono VIII dan cicit dari Sultan Hamengkubuwono II.
Dengan naik takhta pada tahun 1939 setelah ayahnya meninggal.
Ia menjadi sultan yang berperan penting dalam sejarah Indonesia karena mendukung perjuangan kemerdekaan dan menjadi wakil presiden pertama Republik Indonesia.
Juga menjadi gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 1950 hingga meninggal pada tahun 1988.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Pangeran Mangkubumi Melawan Penyakit Cacar dan Penjajah Belanda
Itulah beberapa pengalaman unik Sultan Hamengkubuwono yang pernah turun dan naik takhta.
Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang sejarah Yogyakarta.