Intisari-online.com - Pangeran Mangkubumi, yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Hamengkubuwono I, adalah orang yang mendirikan dan memerintah Kesultanan Yogyakarta.
Ia terlahir pada 6 Agustus 1717 di Kartasura, sebagai anak dari Sunan Amangkurat IV dengan selir Mas Ayu Tedjawati.
Sejak muda, ia menonjol sebagai seorang pejuang, penulis, dan pemimpin. Ia juga menguasai ilmu mistik dan ghaib yang membuatnya ditakuti oleh banyak orang.
Pada tahun 1749, ia terlibat dalam Perang Suksesi Jawa III, sebuah konflik antara dua faksi kerajaan Mataram yang masing-masing didukung oleh VOC dan Inggris.
Pangeran Mangkubumi memimpin faksi pemberontak yang menentang Pakubuwono II, raja Mataram yang tunduk pada VOC.
Ia bersekutu dengan Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) dan Sunan Kuning (Pangeran Mangkunegara I) untuk melawan VOC dan sekutunya.
Perang ini berlangsung selama enam tahun, dengan banyak pertempuran sengit dan pergolakan politik.
Selain itu, perang ini juga disertai dengan wabah penyakit cacar yang menyebar di Jawa dan menewaskan ribuan orang, baik Eropa maupun Jawa.
Penyakit cacar ini sangat mematikan dan sulit disembuhkan pada masa itu.
Salah satu korban penyakit ini adalah Pangeran Mangkuningrat, adik Pangeran Sambernyawa, yang dirawat di Kabanaran, markas pemberontak.
Menurut Babad Giyanti, sebuah sumber sejarah Jawa, penyakit cacar ini bukanlah kebetulan, melainkan akibat dari ritual ghaib yang dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi.
Baca Juga: Silsilah Kerajaan Mataram Kuno, dari Awal Berdiri Hingga Kerutuhannya
Ia dikatakan menggunakan ilmu hitam untuk mengirimkan penyakit cacar kepada musuh-musuhnya, terutama VOC dan Pakubuwono II.
Dengan cara ini, ia berharap dapat melemahkan lawannya dan membalas dendam atas kekalahan-kekalahan yang ia alami dalam perang.
Namun, strategi ini ternyata berbahaya bagi dirinya sendiri dan pasukannya. Penyakit cacar tidak memandang siapa kawan dan siapa lawan.
Banyak dari prajurit pemberontak yang juga tertular penyakit ini dan meninggal dunia.
Bahkan, Pangeran Mangkubumi sendiri sempat terkena cacar pada tahun 1754, ketika ia sedang berada di daerah Banyumas.
Beruntung, ia berhasil sembuh dari penyakit ini dan melanjutkan perjuangannya.
Pada tahun 1755, perang ini akhirnya berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti.
Dalam perjanjian ini, Pakubuwono II mengakui kemerdekaan Kesultanan Yogyakarta yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi, yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I.
Ia juga mendapat separuh wilayah kerajaan Mataram sebagai wilayah kekuasaannya.
Sementara itu, Raden Mas Said mendapat wilayah Surakarta sebagai hadiah dari VOC dan bergelar Pangeran Mangkunegara I.
Dengan demikian, Pangeran Mangkubumi berhasil mewujudkan cita-citanya untuk mendirikan sebuah kerajaan baru yang bebas dari pengaruh VOC.
Baca Juga: Tewasnya Arya Penangsang Menjadi Langkah Awal Lahirnya Mataram Islam Oleh Panembahan Senopati
Ia juga berhasil mengatasi tantangan dari penyakit cacar yang mengancam nyawanya dan rakyatnya.
Beliau juga menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Jawa dan Indonesia.