Intisari-online.com - Sabtu (24/6/2023) menjadi hari duka bagi Indonesia. Salah satu tokoh politik yang terkenal tegas dan berani, Desmond Junaidi Mahesa, meninggal dunia di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta Selatan.
Ia menghembuskan napas terakhir di usia 57 tahun karena sakit.
Desmond J Mahesa bukanlah orang sembarangan di dunia politik Indonesia.
Ia telah berperan sejak era reformasi 1998, ketika ia menjadi salah satu aktivis yang turut menggulingkan rezim Orde Baru.
Bahkan pernah menjadi sasaran penculikan oleh aparat negara pada tahun 1997-1998.
Siapakah sejatinya Desmond J Mahesa? Bagaimana ia bisa menjadi salah satu politikus yang dihormati dan disegani?
Berikut ini adalah profil dan rekam jejaknya semasa hidup.
Anak Petani dan Pedagang yang Menjadi Pengacara
Desmond J Mahesa lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada 12 Desember 1965.
Ia berasal dari keluarga petani dan pedagang di Kota Banjarmasin.
Kemudianmenyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di kota kelahirannya.
Sejak muda, Desmond J Mahesa sudah memiliki ketertarikan dan kemampuan di bidang hukum.
Lalu melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin pada tahun 1986.
Ia lulus dengan gelar Sarjana Hukum pada tahun 1994.
Setelah lulus, ia mulai berkarier di sejumlah yayasan lembaga bantuan hukum (YLBH), termasuk YLBH Nusantara Jakarta, YLBH Bandung, dan LBH Banjarmasin.
Desmond juga sempat menjabat sebagai direktur di Treads Associate Law Office pada tahun 2000-2004 sembari melanjutkan studi S2 di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, Jakarta.
Menjadi Aktivis 1998 yang Pernah Diculik
Desmond J Mahesa tidak hanya bekerja sebagai pengacara, tetapi juga sebagai aktivis yang peduli dengan isu-isu demokrasi, HAM, dan agraria.
Ia terlibat dalam gerakan mahasiswa yang menentang pemerintahan Orde Baru pada tahun 1997-1998.
Pada saat itu, ia menjabat sebagai ketua Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN).
Ia juga menjadi salah satu pendiri Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), sebuah organisasi non-pemerintah tingkat nasional yang bergerak di bidang reforma agraria.
Namun, aktivitasnya sebagai aktivis tidak luput dari pengawasan aparat negara.
Baca Juga: Teka-Teki Sosok Munir Said Thalib, Aktivis yang Hilang Secara Misterius di Udara
Pada tanggal 10 Februari 1998, ia diculik oleh orang-orang tak dikenal bersama dengan 21 aktivis lainnya.
Mereka dibawa ke tempat yang tidak diketahui dan disiksa secara fisik dan psikis.
Dari 22 aktivis yang diculik, hanya 9 orang yang kembali yaitu Desmond J Mahesa, Nezar Patria, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Andi Arief, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Aan Rusdianto, dan Mugianto. Sementara itu, 13 orang lainnya hingga kini belum diketahui nasibnya.
Penculikan aktivis ini kemudian menjadi salah satu kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan hingga saat ini.
Desmond J Mahesa sendiri pernah bersaksi di Komnas HAM tentang pengalaman buruknya saat diculik.
Bergabung dengan Partai Gerindra dan Menjadi Politisi
Setelah reformasi 1998, Desmond J Mahesa memutuskan untuk bergabung dengan dunia politik. Ia masuk ke Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pada tahun 2008 dan menjabat sebagai ketua.
Ia berhasil terpilih menjadi anggota DPR RI pada pemilu 2009 dari daerah pemilihan Banten II. Ia kemudian kembali terpilih pada pemilu 2014 dan 2019 dari dapil yang sama.
Ia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan.
Sebagai politisi, Desmond J Mahesa dikenal sebagai sosok yang tegas dan berani.
Ia sering mengawal sejumlah isu penting di bidang penegakan hukum dan HAM, seperti kasus Bank Century, legalitas Jaksa Agung Hendarman Supandji, revisi UU KPK, dan lain-lain.
Ia juga tidak segan-segan menyuarakan pendapatnya yang berbeda dengan pemerintah atau partai lain.
Bahkan pernah bersitegang dengan Presiden Joko Widodo terkait penunjukan Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri.
Ia juga pernah berseteru dengan Partai Demokrat terkait dukungan kepada Prabowo Subianto sebagai capres pada 2019.
Meski demikian, Desmond J Mahesa juga memiliki sisi humoris dan santai. Ia sering mengunggah foto-foto kegiatannya di media sosial, termasuk saat bermain gitar, berolahraga, atau bersantai dengan keluarga dan teman-teman.
Desmond J Mahesa meninggalkan seorang istri bernama Hj. Neneng Nurhayati dan tiga orang anak bernama Daffa Junaidi Mahesa, Dara Junaidi Mahesa, dan Dina Junaidi Mahesa.
Jenazahnya akan dimakamkan di Al-Azhar Memorial Garden, Karawang.
Desmond J Mahesa adalah salah satu contoh aktivis yang berhasil beralih menjadi politisi tanpa kehilangan idealismenya.
Beliau adalah pejuang politik yang berani mengkritik kebijakan yang tidak pro-rakyat dan membela hak-hak masyarakat. Ia adalah sosok yang patut dihormati dan diteladani.