Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara soal pernyataan pengusaha Jusuf Hamka yang menagih utang kepada negara.
Intisari-Online.com -Belum lama ini medi sosial dihebohkan dengan pernyataan pengusaha Jusuf Hamka.
Dia bilang bahwa pemerintah masih punya utang kepadanya lewat salah satu peruhsaannya.
Jusuf Hamka bahkan menyebut berapa angka yang harus dilunasi oleh pemerintah.
Terkait hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara.
Sri Mulyani tidak mau mengelak terkait kewajiban pemerintah untuk membayar utang ke PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), perusahaan milik Jusuf Hamka.
Meski begitu, pihaknya perlu melihat kepentingan negara, dalam hal ini berkaitan dengan kewajiban pembayaran utang yang terafiliasi Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto sebagai obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Sebagai informasi, CMNP merupakan perusahaan milik Tutut yang berdiri pada 1978.
Selain itu, Bank Yakin Makmur atau Bank Yama yang merupakan bank ditempatkannya dana deposito CMNP juga terafiliasi dengan Tutut.
"Kita menghormati tetap di satu sisi berbagai proses hukum," ujar Sri Mulyani, Senin (12/6) kemarin.
"Tetapi juga kita melihat kepentingan negara dan kepentingan dari keuangan."
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan, kewajiban pemerintah untuk membayarkan utang ke CMNP bermula dari aksi penyelamatan bank-bank swasta.
Salah satunya Bank Yama, lewat bail out dana BLBI pada 1997-1998.
Dalam aksi bail out tersebut, terdapat prinsip atau kewajiban terkait afiliasi bank yang mendapatkan suntikan dana dari pemerintah.
Namun, ada ironi di balik aksi penyelamatan bank-bank swasta pada krisis 1998.
"Jadi ini kan menjadi sesuatu yang justru negara waktu itu menyelamatkan sektor keuangan," jelas Sri Mulyani.
"Dan sekarang malah harus membayar kembali bank-bank yang sudah diselamatkan oleh negara."
Oleh karenanya, Sri Mulyani menegaskan, pemerintah melalui Satgas BLBI akan melakukan pembahasan lebih lanjut terkait kewajiban pembayaran utang terhadap CMNP.
"Kita lihat kasusnya dari proses keseluruhan," ucapnya.
Sebagai informasi, dalam dokumen kesepakatan antara pemerintah dan CMNP yang ditandatangani pada 2016 disebutkan bahwa pemerintah sepakat untuk membayarkan Rp 179,5 miliar ke CMNP.
Kesepakatan tersebut diambil setelah Mahkamah Agung memutuskan bahwa pemerintah dalam hal ini Kemenkeu harus membayar deposito berjangka senilai Rp 78,84 miliar dan giro Rp 76,09 juta, serta membayar denda 2 persen setiap bulan dari seluruh dana yang diminta CMNP.
Menurut Rionald, utang tersebut berkaitan dengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap tiga enitas Grup Citra (Grup CMNP).
Namun, ia tidak merinci nominal utang CMNP.
"Kami sendiri masih memiliki tagihan kepada 3 perusahaan Grup Citra. Ratusan miliar rupiah," kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Lebih lanjut Rionald yang juga menjabat sebagai Ketua Satgas BLBI menjelaskan, utang itu berasal ketika CMNP masih dikendalikan oleh orang yang sama dengan pengendali Bank Yakin Makmur atau Bank Yama, yakni Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto.
Rionald menyadari, kewajiban pemerintah untuk membayarkan utang ke CMNP sudah berkekuatan hukum.
Meski begitu, dengan adanya kewajiban yang dimiliki CMNP kepada pemerintah, Kemenkeu masih akan melakukan peninjauan terhadap penagihan yang disampaikan Jusuf Hamka.
"Intinya saya ingin pastikan dulu yang punya negara itu sudah tuntas apa belum, kalau enggak kan repot," ujar dia.