Intisari-online.com - Tanggal 11 Juni 1964 menjadi salah satu tanggal bersejarah dalam hubungan Indonesia dan Belanda.
Pada hari itu, kedua negara menyepakati pembentukan sebuah komisi bersama yang bertanggung jawab untuk menuntaskan sengketa Irian Barat.
Wilayah yang sekarang menjadi bagian dari provinsi Papua dan Papua Barat.
Komisi ini dibentuk sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian New York tahun 1962, yang merupakan hasil dari mediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dengan tujuan untuk menghentikan konflik antara Indonesia dan Belanda mengenai status Irian Barat.
Perjanjian ini menyerahkan administrasi Irian Barat kepada PBB selama tujuh bulan.
Kemudian diserahkan kepada Indonesia pada 1 Mei 1963 dengan syarat bahwa akan diadakan sebuah plebisit (penentuan pendapat rakyat) pada tahun 1969 untuk menentukan nasib akhir wilayah tersebut.
Komisi Indonesia-Belanda terdiri dari lima anggota dari masing-masing negara, yang dipimpin oleh menteri luar negeri mereka.
Komisi ini bertemu secara berkala di Jakarta dan Den Haag untuk membahas berbagai masalah terkait dengan pelaksanaan Perjanjian New York, termasuk persiapan plebisit, hak-hak penduduk asli Irian Barat, dan kerjasama ekonomi dan sosial antara kedua negara.
Komisi ini berhasil mencapai beberapa kesepakatan penting, seperti pengakuan Belanda terhadap kedaulatan Indonesia atas Irian Barat.
Pengaturan status hukum dan keamanan bagi warga negara Belanda yang masih tinggal di sana, dan pembentukan dana bantuan untuk pembangunan Irian Barat.
Baca Juga: Kisah Nyi Ageng Serang, Perempuan Ningrat dari Mataram Islam yang Menentang Kolonialisme
Namun, komisi ini juga menghadapi beberapa kendala dan tantangan, seperti perbedaan pandangan mengenai prosedur dan syarat plebisit.
Protes dan kekerasan dari kelompok-kelompok separatis Irian Barat, dan ketegangan politik antara Indonesia dan Belanda akibat isu-isu lain seperti Maluku Selatan dan Papua Nugini.
Komisi Indonesia-Belanda berakhir pada tahun 1969 setelah pelaksanaan plebisit yang kontroversial, yang dikenal sebagai Act of Free Choice (Pepera).
Dalam plebisit ini, sekitar seribu orang perwakilan dari berbagai suku di Irian Barat dipilih oleh pemerintah Indonesia untuk memberikan suara mereka secara terbuka di hadapan pejabat-pejabat militer dan sipil.
Hasilnya, semua perwakilan menyatakan bahwa mereka memilih untuk tetap bergabung dengan Indonesia.
PBB kemudian mengesahkan hasil plebisit ini sebagai sah dan mengakhiri mandatnya di Irian Barat.
Peristiwa pembentukan komisi Indonesia-Belanda merupakan salah satu babak penting dalam sejarah perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayahnya.
Komisi ini juga menunjukkan upaya diplomasi dan kerjasama antara dua negara yang pernah berseteru selama lebih dari satu dekade.
Meskipun tidak sempurna, komisi ini berhasil menciptakan dasar bagi hubungan yang lebih baik antara Indonesia dan Belanda di masa depan.
Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia atas Irian Barat pada tahun 1969, hubungan Indonesia dan Belanda memasuki fase baru yang lebih damai dan kooperatif.
Kedua negara mulai menjalin kerjasama di berbagai bidang, seperti perdagangan, investasi, pendidikan, budaya, dan pembangunan.
Belanda juga menjadi salah satu donor bantuan pembangunan terbesar bagi Indonesia, terutama di sektor-sektor seperti kesehatan, lingkungan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat.
Namun, hubungan Indonesia dan Belanda tidak selalu mulus dan harmonis.
Masih ada beberapa isu sensitif yang kadang-kadang menimbulkan ketegangan dan konflik antara kedua negara.
Salah satu isu yang paling kontroversial adalah nasib dan hak-hak penduduk asli Papua, yang masih merasa terpinggirkan dan tertindas di bawah pemerintahan Indonesia.
Beberapa kelompok Papua menuntut hak untuk menentukan nasib sendiri dan memisahkan diri dari Indonesia, dengan mendapat dukungan dari sebagian masyarakat sipil dan politik Belanda.