Kaesang Pangarep mengaku siap maju sebagai calon wali kota Depok. Saat ini, PKS yang paling berkuasa di kota tersebut.
Intisari-Online.com - Putra bungsu Presiden Jokowi Kaesang Pangerap mengaku siap maju sebagia calon wali kota Depok.
Hal itu dia sampaikan melalui video berjudul "Klarifikasi, Saya Buka Suara".
Dalam video itu, suami Erina Gudono itu mengaku siap maju sebagai Depok 1.
"Saya Kaesang Pangarep, saya sudah mendapatkan izin dan restu dari keluarga saya," katanya.
"Insyaallah dengan ini saya siap untuk hadir menjadi Depok pertama."
Adik Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka itu pun meminta dukungan dari masyarakat.
"Merdeka!" tutupnya.
Jika benar demikian, Kaesang akan menantang dominasi PKS yang sudah dua dasawarsa menguasa kota tersebut.
Pada Pilkada Depok 2020 lalu, calon dari PKS kembali menang.
Untuk artinya, sudah empat periode PKS menjadi "penguasa" di kota di mana Universitas Indonesia berada itu.
Hegemoni PKS di Depok mulai tumbuh pada Pilkada 2005 ketika partai berlambang bulan sabit itu mengusung Nur Mahmudi Ismail sebagai calon wali kota.
Sebelumnya, Kota Depok yang baru mekar dari Kabupaten Bogor pada 1999 itu dipimpin Badrul Kamal, kader Golkar.
Pada Pilkada Depok 2005, baik Nur Mahmudi dan Badrul Kamal sama-sama maju dalam kontestasi.
Nur Mahmudi datang sebagai eks menteri kehutanan dan perkebunan era Abdurrahman Wahid.
Dia berduet dengan Yuyun Wirasaputra, eks Plt. Wali Kota Administratif Depok periode 1996-1997.
Keduanya diusung oleh PKS saja, tanpa partai lain.
Nur Mahmudi-Yuyun keluar sebagai pemenang usai meraup 43,9 persen suara.
Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad yang notabene anggota DPRD Kota Depok hanya beroleh 38,9 persen suara meski diusung 2 partai, Golkar dan PKB.
Selain itu, beberapa kandidat lain yang dibeking banyak partai juga dicukur, seperti Harun Heryana-Farhan AR usungan PAN, PBB, PBR, PKBR; atau Yus Ruswandi-Soetadi Dipowongso usungan PDI-P bersama PPP dan PDS.
Resmi dilantik sebagai wali kota pada 2006, Nur Mahmudi membuka pintu bagi kejayaan PKS di Kota Belimbing yang ternyata bertahan 2 dasawarsa.
Pilkada Depok 2010, Nur Mahmudi kembali mencalonkan diri lewat usungan PKS, PAN, dan 3 partai lain.
Menggandeng kalangan nonpartai yang dikenal sebagai pemuka agama, Mohammad Idris, Nur Mahmudi menang mudah dengan raihan 61,87 persen suara.
Badrul Kamal yang diusung Golkar, Demokrat, PDI-P, PPP, PKB, PDS, dan PDP keok.
Yuyun Wirasaputra yang mencoba peruntungan kedua dengan menggandeng Pradi Supriatna juga tumbang meski dibeking 13 partai termasuk Gerindra dan Hanura di dalamnya.
Tahun 2015, Pradi dan gerbong Gerindra-nya pilih merapat ke kubu PKS di Pilkada Depok.
Selesai Nur Mahmud berkuasa 2 periode, tongkat estafet beralih ke tangan Idris yang tetap berstatus calon independen, bukan kader PKS.
PKS yang kala itu berkongsi dengan Gerindra, Demokrat, dan PBB, lagi-lagi menang mudah setelah Idris-Pradi mengantongi 61,91 persen suara.
Penantang PKS kala itu masih PDI-P dan partai berlambang banteng itu lagi-lagi harus bertekuk lutut.
Dimas Okky Nugroho-Babai Suhaimi, jagoan PDI-P yang diusung bersama PAN, PKB, dan Nasdem, cuma mendapatkan 38,19 persen suara.
Empat tahun berkuasa di periode 2016-2021, Idris-Pradi rupanya kerap tak satu suara.
Pradi dan gerbong Gerindra-nya mengaku tak banyak dilibatkan dalam penentuan kebijakan walau menjabat wakil wali kota.
Pilkada Depok 2020 yang menentukan
Retaknya hubungan di Balai Kota akhirnya membuat Pradi pilih pecah kongsi dengan Idris.
Ia berkemas sejak tahun lalu.
Gerindra, PDI-P, PAN, Golkar, dan PPP bahkan sudah menyatakan dukungan untuknya sejak Desember 2019.
Dalam perjalanannya, selain PDI-P, partai-partai itu sempat safari politik dan tampak menjajaki peluang koalisi dengan PKS, namun pada akhirnya mereka kembali berlabuh ke Pradi.
Gerindra dan PDI-P sebagai penggerak utama sudah curi start jauh dari PKS yang waktu itu masih bimbang menunjuk nama kandidat.
Saat PKS belum mengapungkan nama calon, Gerindra dan PDI-P sudah sepakat mengusung Pradi Supriatna dan Afifah Alia sejak Mei.
Sementara itu, Idris yang tak punya partai baru diusulkan maju oleh PKS 2 bulan berselang, berpasangan dengan Imam Budi Hartono, kader tulen PKS.
PKB dan PSI yang sempat ada di barisan PKS, akhirnya membelot ke Pradi-Afifah setelah PKS menunjuk Idris maju lagi.
Tak heran, pertarungan Idris versus Pradi di Pilkada Depok diprediksi sengit ibarat partai El Clasico di kancah sepakbola.
Dia dan PKS diprediksi tak akan menang mudah sebagaimana 2 edisi Pilkada Depok sebelumnya.
Sebab, selain sama-sama petahana, duel Idris versus Pradi dipandang sebagai adu kuat mesin partai PKS melawan kedigdayaan logistik Gerindra dan PDI-P serta pembuktian koalisi langsing versus koalisi gemuk.
"Ada peluang yang sama untuk menang. Pilkada Depok 2020 ini adalah ujian dua kekuatan besar sekaligus," ungkap analis politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno.
"Ini ujian bagi PKS apakah dia sanggup mempertahankan basis konstituennya. Namun secara kasat mata Gerindra dan PDI-P punya segala-galanya dan akan mengarahkan segala-galanya," imbuhnya.
Lalu bagaimana kekuatan PKS pada Pilkada Depok 2025 nanti?
Benarkah Kaesang Pangarep akan benar-benar maju menantang hegemoni PKS?
Kita tunggu saja!