Selalu Di Bawah Bayang-bayang Ternate, Siapa Sangka Kerajaan Bacan Tak Pernah Jatuh Ke Tangan Belanda

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Walau selalu di bawa bayang-bayang Kesultanan Ternate, Kesultanan Bacan disebut tidak pernah jatuh ke tangan Belanda.
Walau selalu di bawa bayang-bayang Kesultanan Ternate, Kesultanan Bacan disebut tidak pernah jatuh ke tangan Belanda.

Walau selalu di bawa bayang-bayang Kesultanan Ternate, Kesultanan Bacan disebut tidak pernah jatuh ke tangan Belanda.

Intisari-Online.com -Tak hanya Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore yang pernah muncul di Maluku Utara.

Setidaknya masih ada dua lagi kesultanan besar di sana: Kesultanan Jailolo dan Kesultanan Bacan.

Keempat kesultanan ini dikenal sebagaiMaloko Kië Raha.

Di antar keempatnya, ternyata Bacan yang disebut paling dituakan.

Bagaimana sejarah Kesultanan Bacan?

Kesultanan Bacan merupakan salah satu kerajaan yang berada di Kepulauan Maluku.

Kerajaan ini diperkirakan berdiri sejak abad ke-14, sementara raja Bacan yang pertama kali memeluk agama Islam adalah Sultan Zainal Abidin pada 1521.

Meski pusat pemerintahannya berada di Pulau Bacan, Kepulauan Maluku, wilayah kekuasaannya mencapai daerah Papua Barat.

Hal ini membuat Kesultanan Bacan sedikit banyak berperan dalam proses masuknya Islam ke tanah Papua.

Kesultanan Bacan didirikan pada sekitar abad ke-14 dengan pusat pemerintahan berada di Makian Timur.

Namun, akibat adanya ancaman letusan gunung berapi Kie Besi, pusat pemerintahan kerajaan akhirnya dipindahkan ke Kasiruta.

Menurut hikayat Bacan, raja yang pertama berkuasa adalah Said Muhammad Bakir atau Said Husin, yang setelah 10 tahun memerintah digantikan oleh Muhammad Hasan.

Selanjutnya, takhta kerajaan diberikan kepada putranya, yakni Kolano Sida Hasan.

Di masa pemerintahannya, Raja Ternate yang bernama Tulu Malamo (1343-1347) merebut Makian beserta beberapa desa di sekitar Pulau Bacan.

Dengan bantuan Tidore, Sida Hasan merebut kembali daerah Makian.

Selanjutnya, tidak diketahui nama-nama raja yang memerintah Bacan.

Barulah pada 1522, muncul nama Zainal Abidin, yang disebut sebagai raja Bacan pertama yang memeluk agama Islam.

Raja-raja Kesultanan Bacan

- Said Muhammad Bakir/Said Husin (1333-1343)

- Muhammad Hasan (1343)

- Kolano Said Hasan (1343-...)

- Zainal Abidin (1522)

- Kasiruta/Bayanu Sirullah

- Sultan Alauddin I/Don Joao

- Sultan Muhammad Ali (1577)

- Sultan Alauddin II (1660-1706)

- Sultan Malikiddin/Kaisil Musa (1706-1715)

- Sultan Nasruddin (1715-1732)

- Sultan Tarafannur (1732-1741)

- Sultan Muhammad Sahiddin (1741-1780)

- Sultan Iskandar Alam (1780-1788)

- Sultan Muhammad Badaruddin (1788-1797)

- Sultan Qamarullah (1797-1826)

- Sultan Muhammad Hayatuddin Syah (1826-1861)

- Sultan Muhammad Sadik Syah (1862-1889)

- Kekosongan kekuasaan (1889-1900)

- Sultan Muhammad Usman Syah (1900-1935)

- Sultan Muhammad Muhsin Syah (1935-1983)

- Sultan Gahral Aydan Syah (1983-2009)

- Sultan Alhajj Abdurrahim Muhammad Gary Dino Ridwan Syah (2009-sekarang)

Kesultanan Bacan diperintah oleh seorang sultan, yang bertindak sebagai raja yang memegang kekuasaan tertinggi.

Sistem pemerintahan kerajaan ini mirip dengan Ternate dan Tidore, tetapi di Bacan terdapat Lembaga Sekretaris Kesultanan yang mempunyai tugas membantu sultan dalam pemerintahan.

Selain itu, ada pula dewan pemerintahan atau bobato, yang dibagi menjadi bobato dalam, luar, dan akhirat.

Bobato dalam terdiri dari mayor, kapitan ngofa, kapita kie, empat orang letnan (dua letnan ngofa dan dua letnan kie).

Bobato luar menangani urusan pemerintahan, terdiri dari jogugu (perdana menteri/mangkubumi), hukum (hakim), dan kimalaha sapanggala.

Sedangkan bobato akhirat bertugas dalam ranah keagamaan, anggotanya yaitu kalem atau kadi kesultanan.

Jabatan penting lainnya terdiri dari kapita laut (panglima angkatan perang kesultanan), kapala bangsa (penanggung jawab/pelaksana kesultanan), imam juru tulis, katib juru tulis, modin juru tulis, imam ngofa, khatib ngofa, dan dano.

Mayarakat Bacan terdiri dari tiga golongan, di antaranya:

- Kerabat raja dan kaum bangsawan

- Rakyat yang dinamakan bala (terdiri dari kelompok beragama dan tidak beragama)

- Soa ngongare yang terdiri dari para budak

Kesultanan Bacan tidak pernah jatuh ke tangan penjajah Belanda.

Dalam sejarahnya, kedua belah pihak hanya pernah memiliki hubungan dagang.

Keberadaan Kesultanan Bacan dihapus setelah Indonesia merdeka pada 1945.

Kesultanan Bacan memiliki beberapa peninggalan yang masih dapat disaksikan hingga saat ini, salah satunya Masjid Kesultanan Bacan yang terletak di Desa Amasing Kota, Bacan, Halmahera Selatan.

Bangunan masjid ini tidak jauh dari Keraton Kesultanan Bacan.

Artikel Terkait