Intisari-online.com - Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) merupakan salah satu momen bersejarah dalam perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.
Dalam sidang yang berlangsung pada 29 Mei-1 Juni 1945 di Gedung Chuo Sangi In (sekarang Gedung Pancasila), Jakarta, para tokoh bangsa beradu argumen untuk merumuskan dasar negara Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Pancasila.
Namun, tahukah Anda bahwa di balik sidang BPUPKI yang historis itu, terdapat beberapa peristiwa menegangkan yang nyaris mengganggu jalannya sidang?
Berikut adalah beberapa peristiwa unik dan menegangkan yang terjadi di balik sidang BPUPKI:
Peristiwa Bom di Gedung Chuo Sangi In
Pada tanggal 29 Mei 1945, sehari sebelum sidang BPUPKI dimulai, terjadi ledakan bom di Gedung Chuo Sangi In yang menyebabkan kerusakan pada beberapa bagian gedung.
Ledakan bom ini diduga dilakukan oleh kelompok perlawanan rakyat Indonesia yang tidak setuju dengan adanya BPUPKI yang dibentuk oleh Jepang.
Meskipun demikian, sidang BPUPKI tetap dilaksanakan sesuai jadwal dengan pengamanan ketat dari tentara Jepang.
Para anggota BPUPKI tidak takut dengan ancaman bom dan tetap bersemangat untuk membahas dasar negara Indonesia.
Peristiwa Pistol Soekarno
Pada tanggal 1 Juni 1945, hari terakhir sidang BPUPKI, Soekarno sebagai salah satu tokoh utama dalam perumusan Pancasila, naik ke podium untuk menyampaikan pidatonya.
Dalam pidatonya yang berjudul "Lahirnya Pancasila", Soekarno mengusulkan lima sila sebagai dasar negara Indonesia, yaitu: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Namun, sebelum Soekarno naik ke podium, ada sebuah kejadian mengejutkan yang terjadi.
Ternyata, Soekarno membawa pistol dalam sakunya! Hal ini diketahui oleh Ki Hajar Dewantara yang duduk di sebelahnya.
Ki Hajar Dewantara kemudian bertanya kepada Soekarno tentang maksudnya membawa pistol.
Soekarno menjawab bahwa pistol itu adalah hadiah dari seorang temannya dan ia membawanya sebagai tanda penghormatan kepada Jepang.
Ki Hajar Dewantara tidak percaya dengan jawaban Soekarno dan menduga bahwa Soekarno membawa pistol untuk menghadapi kemungkinan ancaman dari pihak Jepang atau pihak lain yang tidak setuju dengan usulannya.
Ki Hajar Dewantara kemudian meminta Soekarno untuk menyerahkan pistolnya kepadanya agar tidak menimbulkan masalah.
Soekarno pun menuruti permintaan Ki Hajar Dewantara dan menyerahkan pistolnya.
Beruntunglah tidak ada insiden apapun yang terjadi selama pidato Soekarno dan usulan Pancasila pun diterima oleh mayoritas anggota BPUPKI.
Peristiwa Penolakan Rumusan Pancasila oleh Tokoh Islam
Meskipun usulan Pancasila oleh Soekarno mendapat dukungan dari banyak anggota BPUPKI, namun ada juga beberapa tokoh yang menolak atau mengkritik rumusan Pancasila tersebut.
Salah satunya adalah tokoh Islam seperti Wahid Hasyim dan Abikusno Tjokrosujoso.
Tokoh Islam ini menolak rumusan Pancasila karena mereka menginginkan agar dasar negara Indonesia adalah Islam.
Mereka berpendapat bahwa Islam adalah agama mayoritas rakyat Indonesia dan sudah menjadi bagian dari identitas bangsa.
Mereka juga khawatir bahwa Pancasila akan menghapus peran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perdebatan antara tokoh Islam dan tokoh nasionalis seperti Soekarno pun terjadi di sidang BPUPKI.
Perdebatan ini berlanjut hingga sidang kedua BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945.
Akhirnya, tercapailah sebuah kompromi dengan menambahkan kata-kata "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" di belakang sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kompromi ini kemudian dituangkan dalam Piagam Jakarta yang merupakan naskah asli dari Pembukaan UUD 1945.
Namun, kompromi ini tidak bertahan lama karena pada saat sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 18 Agustus 1945, kata-kata tersebut dicoret atas usulan Soekarno dan persetujuan sebagian besar anggota PPKI.
Demikianlah beberapa peristiwa menegangkan yang terjadi di balik sidang BPUPKI yang melahirkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan dan rintangan, para tokoh bangsa berhasil mencapai kesepakatan untuk merumuskan dasar negara yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.