Setelah diangkat sebagai penguasa Mataram Islam, panembahan melakukan beberapa hal strategis. Pertama minta restu Sunan Giri, tujuannya untuk menguasai Jawa Timur.
Intisari-Online.com -Mengenai pengangkatan Senopati sebagai raja Mataram Islam, Babad Tanah Jawi menulis begini:
"Sesuai penobatan Pangeran Benawa sebagai sultan, Senopati pulang dan 'bertindak sebagai sultan Mataram. Tetapi dia tak dipanggil demikian; rakyat hanya menamakannya Panembahan Senopati.' Setelah itu dikisahkan serangkaian pengangkatan para anggota keluarga."
Setelah kekalahan Adipati Demak dan diangkatnya Pangeran Benawa sebagai penguasa baru Pajang, Senopati pulang ke Mataram.
Di hari kedelapan setelah kepulangannya, dia diangkat ole rakyatnya sebagai panembahan, dengan tetap memakai nama yang lama: Senopati Ingalaga.
Pengangkatan berlangsung di paseban, di tengah-tengah seluruh keluarganya.
Ki Juru Martani duduk di depannya."
Baca Juga: Gagal Jadi Menantu Dharmawangsa Teguh, Raja Wurawari Ngamuk Hancurkan Kerajaan Mataram Kuno
Setelah diangkat sebagai raja Mataram Islam, Panembahan Senopati pergi ke timur mengunjungi Sunan Giri.
Tujuannya untuk memperoleh dukungan terkait keinginannya untuk sejajar dengan pendahulunya, Majapahit.
Senopati sepertinya juga ingin menguasa seluruh Jawa Timur.
Sebelum berangkat, Senopati mengutus pamannya, Dipati Mandaraka, membawa para adiati dari Pati, Demak, dan Grobogan langsung ke Jawa Timur.
Sehingga mereka tidak perlu berkumpul dulu di Pajang.
Rombongan itu kemudian bertemu di Japan, sekarang Mojokerto.
Sunan Giri restui Mataram Islam
Di sana sudah muncul pasukan Jawa Timur yang dipimpin oleh Pangeran Surabaya.
Dia khawatir Mataram ingin menaklukkan semua kerajaan Jawa Timur.
Dalam rombongan Pangeran Surabaya ada para bupati Jawa Timur dan Madura.
Di tempat yang sama datang juga utusan Sunan Giri.
Kepada Senopati dan Pangeran Surabaya, utusan itu membacakan surat Sunan Giri.
Isinya larangan berperang guna mencegah pertumpahan darah dan menyelamatkan rakyat kecil.
Kedua rombongan pun akhirnya memilih untuk berdamai dan berpisah dalam suasana persahabatan.
Begitu tulis H.J. De Graaf dalam bukunya, Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan Senopati.
Baca Juga: Kisah Ki Bahurekso, Adipati Kendal yang Sakti Mandraguna dan Setia Pada Mataram Islam
Dalam buku itu De Graaf juga menyimpulkan, baik dalam Babad Tanah Jawi maupun Serat Kandha, Sunan Giri merestui Senopati sebagai panembahan di Mataram Islam.
Sunan Giri juga memaklumi Pajang yang semakin mundur.
Jawa Timur sendiri disebut melepaskan diri dari Jawa Tengah sebelum Pajang.
Sehingga mereka tidak mau tunduk baik oleh Pajang maupun Mataram.
Itulah kenapa Senopati kepengin banget menaklukkan Jawa Timur, salah satunya dengan minta restu dari Sunan Giri.
Versi sejarawan Eropa
Tapi sejarawan seperti De Graaf tidak sepakat begitu saja dengan apa yang diutarakan oleh Babad Tanah Jawi dan Serat Kandha.
Dengan tegas dia bilang, Mataram gagal menaklukkan Jawa Timur.
Masih dalam buku yang dia menulis, para bupati yang dipimpin oleh Pangeran Surabaya sudah waspada sejak awal.
Saat rombongan Senopati datang mereka langsung menghadang serangan Mataram di Lembah Sungai Brantas dekat Mojokerto.
Lokasinya tidak jauh dari bekas wilayah Majapahit.
"Serangan ertama Mataram yang dilakukan dengan semangat yang meluap-luap terhadap bagian timur Jawa gagal," begitu tulis De Graaf.
Jika sebagian besar bupati Jawa Timur melawan Mataram, bagaimana dengan Madiun?
Bukankah untuk sampai Mojokerto harus melewati Madiun?
Menurut De Graaf, kemungkinan besar Madiun masih menjadi bagian dari Jawa Tengah.
Tapi pada akhirnya, Madiun ikut bergabung dengan koalisi Pangeran Surabaya.
Itulah hal pertama yang dilakukan Panembahan Senopati setelah diangkat sebagai penguasa Mataram Islam.