Intisari-Online.com -Pada tahun 1628 Mataram Islam melakukan perlawanan terhadap Belanda di Batavia. Namun, perlawanan tersebut mengalami kegagalan.
Begitu juga dengan serangan kedua pada 1629 yang kembali mengalami kegagalan dari pihak Mataram Islam.
Namun, apa sebenarnya yang menjadi penyebab mundurnya perlawanan Mataram terhadap Belanda di Batavia?
Benarkah semata karena kalah senjata? Atau justru lebih banyak dipicu oleh masalah internal?
Temukan jawabannya melalui artikel berikut ini.
Latar Belakang
Pada awalnya, VOC mengirimkan duta besarnya untuk mengajak Sultan Agung agar mengizinkan VOC mendirikan loji-loji dagang di pantai Utara Mataram.
Namun, permintaan tersebut ditolak oleh Sultan Agung karena ia khawatir ekonomi di pantai utara akan dikuasai oleh VOC.
Setelah penolakan tersebut, hubungan antara Mataram dan VOC merenggang.
Tahun berlalu, pada 1969, VOC berhasil merebut Jayakarta dari Kesultanan Banten yang kemudian mengganti namanya menjadi Batavia. Markas VOC lantas dipindahkan ke Batavia.
Menyadari bahwa Batavia dipenuhi oleh VOC, Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingannya menghadapi Surabaya dan Kesultanan Banten.
Setelah Surabaya berhasil ditaklukkan oleh Mataram, mereka menyerang Banten. Akan tetapi, untuk dapat menyerang Banten, Mataram harus mengatasi Batavia terlebih dahulu.
Bulan April 1628, Kyai Rangga, Bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai kepada VOC.
Namun tawaran tersebut ditolak sehingga Sultan Agung memilih untuk mengibarkan bendera perang.
Jalannya pertempuran
1) Serangan pertama
Pada tanggal 25 Agustus 1628, pasukan Sultan Agung tiba di Batavia. Awalnya mereka mengaku ingin berdagang di sana. Namun, karena ukuran kapal pihak Mataram berukuran besar, hal ini membuat Belanda curiga.
Peristiwa ini membuat Belanda memperingatkan pasukannya untuk menarik semua prajurit ke dalam benteng dan mulai menembaki orang-orang Jawa yang masuk.
Bulan Oktober, tentara Mataram tiba dengan jumlah 10.000 pasukan. Mereka memblokade semua jalan dari selatan hingga barat kota, serta mencoba membendung Sungai Ciliwung untuk membatasi pasokan air Belanda.
Akan tetapi, serangan mereka ini tidak menghasilkan apa-apa, justru hanya memberikan kerugian besar bagi Mataram. Memasuki bulan Desember, Mataram sudah kehabisan persediaan.
Karena kegagalannya, pada 2 Desember, Sultan Agung mengirim algojo untuk menghukum salah dua prajuritnya, Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja.
Baca Juga: Lengkap, Ini 10 Peninggalan Kerajaan Mataram Islam, Ada 4 Masjid
Esok harinya, Belanda mendapati Mataram telah meninggalkan Batavia dan 744 mayat anak buahnya yang tanpa kepala.
2) Serangan kedua
Setelah kegagalan serangan pertama, Sultan Agung menyadari bahwa rintangan utamanya terletak pada logistik dan jarak yang sangat jauh (300 mil).
Untuk itu, ia memutuskan mendirikan banyak desa pertanian padi yang dikelola oleh petani Jawa di pantai utara Jawa Barat, dari Cirebon hingga Karawang.
Serangan kedua terdiri dari dua kekuatan, yaitu tentara Sunda Dipati Ukur, Bupati Priangan, serta tentra utama Jawa, dipimpin Adipati Juminah. Total pasukannya adalah sekitar 20.000 orang.
Mereka mengepung Batavia dengan mencemari Sungai Ciliwung, sehingga menyebabkan wabah kolera tersebar di Batavia. Akibatnya, pemimpin VOC, Jan Pieterszoon Coen tiba-tiba meninggal pada 21 September 1629.
Namun, karena mengalami masalah internal di antara komandan mereka, adanya penyakit, dan kekurangan pasokan, pasukan Mataram terpaksa mundur.
Penyebab mundurnya perlawanan Mataram Islam terhadap Belanda di Batavia
Perlawanan Mataram Islam terhadap Belanda di Batavia pada tahun 1628 dan 1629 mengalami kegagalan karena beberapa faktor.
Serangan pertama Mataram ke Batavia pada tanggal 29 Agustus 1628 berhasil dihalau oleh 120 pasukan VOC.
Kegagalan tersebutdisebabkan oleh beberapa hal, yaitu kalah persenjataan, stamina pasukan terkuras, dan kekurangan bahan makanan.
Sementara serangan kedua Sultan Agung ke Batavia pada tahun 1629 juga mengalami kegagalan karena adanya masalah internal di antara komandan mereka, adanya penyakit, dan kekurangan pasokan.
Baca Juga: Kehidupan Politik Kerajaan Mataram Islam Sejak Berdiri Hingga Runtuh