Keturunan Mataram Islam, Sri Susuhunan Pakubuwono XII pernah diculik oleh Barisan Banteng yang ingin menghapuskan Kasunanan Surakarta.
Intisari-Online.com -Dua bulan sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Sri Susuhan Pakubuwono XII naik takhta.
Dia adalah pemimpin baru Kasunanan Surakarta.
Saat terjadi revolusi sosial di Surakarta, PB XII sempat menjadi korban penculikan Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI) atau biasa disebut sebagai Barisan Banteng saja.
Revolusi berbentuk gerakan anti-swapraja ini menuntut dihapuskannya status Kasunanan Surakarta dan Solo sejajar dengan provinsi lain.
Walau sempat diculik, PB XII nyatanya menjadi raja Kasunanan Surakarta paling lama.
Sri Susuhunan Pakubuwono XII lahir pada 14 April 1925 dengan nama Raden Mas Suryo Guritno.
Ia adalah putra bungsu Pakubuwono XI dari permaisuri KRAy Koespariyah.
Kenapa takhta tidak jatuh kepada putra sulung, hal ini karenasang ibu, GKR Kentjana, telah meninggal.
GKR Kentjana meninggal pada 1910, sebelum Pakubuwono XI naik takhta, sehingga tidak pernah dinobatkan sebagai permaisuri meski statusnya adalah istri pertama sunan.
Oleh karena itu, RM Suryo Guritno sebagai putra dari permaisuri KRAy Koespariyah, menjadi penerus Pakubuwono XI yang wafat pada 1 Juni 1945.
RM Suryo Guritno dinobatkan menjadi Sri Susuhunan Pakubuwono XII pada 11 Juni 1945 di usia sangat muda, yakni 20 tahun.
Seperti disebut di awal, dua bulan setelah dia dinobatkan sebagai raja Kasunanan Surakarta, Indonesia memperoleh kemerdekannya.
Kasunanan Surakarta langsung menyatakan wilayahnya merupakan bagian dari Republik Indonesia.
Pada 1 September 1945, Kasunanan Surakarta mengirimkan maklumat kepada Presiden Soekarno perihal pernyataan dari Pakubuwono XII yang menyatakan bahwa Kasunanan Surakarta berstatus sebagai kerajaan dan daerah istimewa.
Hubungan antara Surakarta dengan pemerintah pusat bersifat langsung.
Pada 6 September 1945, wilayah Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran ditetapkan sebagai Daerah Istimewa Surakarta oleh Presiden Soekarno.
Memerintah di kala situasi negeri belum stabil dan masih dirongrong bangsa Belanda tentu bukan tugas mudah bagi sunan muda.
Pakubuwono XII tidak berperan aktif pada masa revolusi fisik dan pemerintahan keraton banyak dijalankan oleh sang ibu dan orang-orang di sekitarnya, terutama Patih Sosrodiningrat.
Bahkan Pakubuwono XII sempat diculik Barisan Banteng pada Januari 1946.
Dia baru dibebaskan setelah menuruti kehendak penculiknya.
Barisan Banteng, yang tidak menginginkan hadirnya kerajaan yang mempunyai kuasa politik, bahkan berani menerobos ke keraton.
Pakubuwono XII dipaksa menyerahkan kekuasaannya kepada rakyat dan menghapus Daerah Istimewa Surakarta.
Alhasil, sejak 1 Juni 1946, pemerintah menghapus Daerah Istimewa Surakarta dan Surakarta hanya menjadi keresidenan di Provinsi Jawa Tengah.
Sejak itu, pemerintahan dipegang oleh sipil, sedangkan Pakubuwono XII merupakan penguasa kultural kesunanan tanpa kekuasaan politik.
Itulah mengapa Daerah Istimewa Surakarta hanya bertahan satu tahun, berbeda dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang masih bertahan hingga kini karena tidak terjadi gejolak anti-swapraja dan pemimpinnya berperan aktif dalam perjuangan.
Beberapa kalangan menyebut Pakubuwono XII melewatkan kesempatan untuk memainkan peran penting semasa perang kemerdekaan yang seharusnya berguna bagi kesunanan.
Hal itu pula yang menyebabkan pamornya kalah dari Sultan Hamengkubuwono IX yang berperan aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Meski begitu, PB XII dianggap sebagai sosok pelindung kebudayaan Jawa.
PB XII juga sempat berusahamendapatkan status Daerah Istimewa Surakarta.
Namun, upaya yang dimulai pada 1952 itu mandek tanpa solusi.
Pada masa pemerintahannya, beberapa bangunan di kompleks Keraton Surakarta pernah dua kali mengalami kebakaran.
Dengan dukungan dana dari Pemerintah Orde Baru, Keraton Surakarta dipugar dan diresmikan pada 1987.
Pada 26 September 1995, dengan Keputusan Presiden No. 70/SKEP/IX/1995, Pakubuwono XII dianugerahi Penghargaan dan Medali Perjuangan Angkatan '45.
Penghargaan ini merupakan bentuk penghormatan kepada Pakubuwono XII sebagai raja pertama di Indonesia yang bersumpah setia kepada pemerintah republik di awal kemerdekaan.
Meski dinilai gagal secara politik, Pakubuwono XII tetap diingat sebagai sosok pelindung kebudayaan Jawa yang dihormati banyak tokoh nasional.
Pakubuwono XII wafat pada 11 Juni 2004 dalam usia 79 tahun karena sakit.