Yusril Ihza Mahendra adalah sosok yang kritis terhadap Orde Baru. Dia juga yang menyusun pidato pengunduran diri Presiden Soeharto usai 32 tahun memerintah.
Intisari-Online.com -Dikenal sangat kritis terhadap Orde Baru, siapa sangka Yusril Ihza Mahendra adalah penyusun pidato Presiden Soeharto.
Pidato pengunduran diri Soeharto sebagai presiden pada 21 Mei 1998 juga Yusril yang menyusunnya.
Keterlibatan Yusril sebagai penyusun pidato Pak Harto bermula pada 1990-an.
Ketika itu dia masih di dosen di Universitas Indonesia.
Adalah Moerdiono yang memintanya bergabung sebagai staf Kementerian Sekretaris Negara sebagai penyusun naskah pidato presiden.
Yusril sendiri ketika itu bukan orang baru.
Namanya sudah malang-melintang di berbagai surat kabar.
Tulisan-tulisannya sering menghantam Soeharto dan Orde Baru.
Itulah kenapa dia sempat khawatir tidak bisa sebebas sebelumnya jika jadi staf kantor Sekretariat Negara.
Tapi Moerdiano sendiri memberi jaminan, dia akan tetap sebebas sebelumnya dalam mengritik pemerintahan Orde Baru.
Naskah pengunduran diri Pak Harto sebagai presiden barang kali adalah naskah yang tidak akan pernah dilupakan Yusril.
Benar, naskah itu dialah yang menyusunnya semalam suntuk.
20 Mei 1998 malam di rumah Soeharti di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat, Yusril sibuk dengan naskah pidato pengunduran di Soeharto.
Seperti disebut di awal, ketika itu Yusril adalah staf di kantor Sekretariat Negara.
Yusril dipercaya menulis naskah-naskah pidato presiden selama Soeharto menjabat.
“Saya menyiapkan naskah pengunduran diri Pak Soeharto di belakang rumah beliau," ceritanya, dalam wawancara dengan Kompas.com.
"Saya bersama Pak Saadillah (Mensesneg saat itu) sibuk berkoordinasi dengan Ketua Mahkamah Agung saat itu."
Saa itu, Pak Harto memintaKetua MA saat itu, Sarwata, untuk datang ke Istana Negara keesokan hari, lengkap dengan jubahnya.
“Sampai pagi ketika selesai dan Pak Harto bilang, ‘saya mau nambahin kalimat kalau kabinet demisioner, Pak Habibie yang melanjutkan, terserah Pak Habibie mau membubarkan kabinet atau tidak’,” ujar Yusril.
Menurut Yusril, dalam naskah pidato pengunduran diri, Soeharto menambahkan kalimatnya dan ditulis sendiri.
Bagian itu adalah, "Saya menyampaikan permohonan maaf pada seluruh rakyat Indonesia, selama 30 tahun saya menjalankan roda pemerintahan, saya memohon maaf apabila ada kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja".
“Setelah ditandatangan, saya dari rumah Pak Harto (berangkat) ke istana pukul 05.30 WIB,” kata Yusril.
Selain itu, kata Yusril, Soeharto memilih kata “berhenti” ketimbang “mundur” dalam naskah tersebut.
“Jika kalimatnya berhenti, persidangan di MPR tidak pernah selesai,” ujar Yusril.
“Jujur saja, saya sedikit was-was karena skenario turunnya Soeharto tidak lazim, terutama di bidang akademis. Tugas saya menjaga konstitusi negara. Jadi banyak sekali tantangan yang dihadapi,” katanya lagi.
Soeharto pun mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden kedua RI di Istana Negara pada 21 Mei 1998, sekitar pukul 09.00 WIB.
Melalui pidato singkat, Soehato mengatakan, "Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998".
Berikut ini isi lengkap pidato pengunduran diri Soeharto.
"Saudara-saudara sebangsa dan se-Tanah Air.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut, dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi tersebut perlu dilaksanakan secara tertib, damai dan konstitusional demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII.
Namun demikian, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.
Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara yang sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.
Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945, dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998.
Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia, saya sampaikan di hadapan saudara-saudara pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang juga adalah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat".