Intisari-online.com - Pada abad ke-16, rempah-rempah adalah barang yang sangat dicari di Eropa.
Namun, hanya Portugis yang memiliki akses ke Asia untuk mendapatkan rempah-rempah.
Salah satu orang yang berani menantang kekuasaan Portugis ini adalah Cournelis de Houtman, seorang pedagang dan penjelajah Belanda yang berhasil sampai di Nusantara pada tahun 1596.
Cournelis de Houtman lahir pada 2 April 1565 di Gouda, Holland Selatan.
Ayahnya, Pieter de Houtman, adalah seorang pengusaha bir.
Cournelis memiliki seorang adik laki-laki, Frederick de Houtman, yang lahir pada tahun 1571 dan dua orang kakak perempuan.
Pada tahun 1592, Cournelis dikirim oleh sepupunya yang kaya, Reynier Pauw, dan beberapa pedagang lain di Amsterdam ke Lisboa untuk mencari informasi sebanyak mungkin tentang Kepulauan Rempah-rempah.
Tidak diketahui apakah Cournelis memiliki bisnis sah di Portugal atau pergi terutama sebagai mata-mata komersial untuk mengumpulkan informasi tentang perdagangan rempah-rempah Portugis di Nusantara.
Saat Cournelis kembali ke Amsterdam, Jan Huyghen van Linschoten juga kembali dari Goa.
Dia membawa banyak informasi tentang wilayah tersebut termasuk detail penting tentang navigasi dan perdagangan rempah-rempah.
Para pedagang tersebut memastikan bahwa Banten merupakan tempat yang paling tepat untuk membeli rempah-rempah.
Baca Juga: Ibu Para Monster, Inilah Echidna, Sosok Penghuni Gua dalam Mitologi Yunani
Pada tahun 1594, mereka mendirikan Compagnie van Verre (yang berarti "perusahaan jarak jauh"), dan pada 2 April 1595 empat buah kapal meninggalkan Amsterdam: Amsterdam, Hollandia, Mauritius dan Duyfken.
Perjalanan Cournelis dipenuhi dengan masalah sejak awal.
Skorbut merebak hanya beberapa minggu setelah pelayaran dimulai akibat kurangnya makanan.
Di Madagaskar, di mana sebuah perhentian sesaat direncanakan, tujuh puluh satu orang harus dikuburkan.
Perkelahian pecah di antara para kapten kapal dan para pedagang, satu orang dipenjara di atas kapal dan dikurung di kabinnya.
Pada 27 Juni 1596, ekspedisi Cournelis tiba di Banten. Hanya 249 orang yang tersisa dari pelayaran awal.
Penerimaan penduduk awalnya bersahabat, tetapi setelah beberapa tabiat kasar yang ditunjukkan awak kapal Belanda, Sultan Banten, bersama dengan petugas Portugis di Banten, mengusir kapal Belanda tersebut.
Ekspedisi Cournelis berlanjut ke utara pantai Jawa. Kapalnya diserang oleh bajak laut.
Beberapa tabiat buruk berujung ke salah pengertian dan kekerasan di Madura: seorang pangeran di Madura terbunuh, beberapa awak kapal Belanda ditangkap dan ditahan sehingga Cournelis membayar denda untuk melepaskannya.
Kapal-kapal tersebut lalu berlayar ke Bali, dan bertemu dengan raja Bali.
Mereka akhirnya berhasil memperoleh beberapa pot merica pada 26 Februari 1597.
Baca Juga: Sosok Silas Papare, Pahlawan Nasional yang Dulunya Mata-mata Amerika Asal Papua
Kapal-kapal Portugis melarang mereka mengisi persediaan air dan bahan-bahan di St. Helena.
Pada 14 Agustus 1597, ekspedisi Cournelis kembali ke Amsterdam dengan membawa 240 kantong lada, 45 ton pala, dan 30 bal bunga pala.
Meskipun keuntungan yang diperoleh tidak seberapa dibandingkan dengan biaya dan korban jiwa yang dikeluarkan, Cournelis telah menunjukkan bahwa monopoli Portugis atas perdagangan rempah-rempah dapat digoyahkan.
Keberhasilan Cournelis membuka jalan bagi ekspedisi-ekspedisi selanjutnya yang berujung pada penggusuran Portugis dan pendirian monopoli Belanda atas perdagangan rempah-rempah di Nusantara.
Cournelis sendiri tidak menikmati hasil usahanya karena dia meninggal pada tahun 1599 di Aceh akibat penyakit atau dibunuh oleh penduduk setempat.
Dia dimakamkan di sana tanpa batu nisan atau tanda pengenal.
Cournelis de Houtman adalah sosok yang kontroversial dalam sejarah Nusantara.
Bagi Belanda, dia adalah pahlawan yang membuka pintu bagi kemakmuran dan kejayaan mereka di Asia.
Bagi Nusantara, dia adalah penjajah yang membawa bencana dan penindasan bagi rakyatnya.