Menurut cerita para tokoh Minangkabau yang disampaikan secara turun-temurun, hal ini berawal pada masa kepemimpinan Datuk Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang di Minangkabau.
Pada waktu itu, Adityawarman yang merupakan panglima perang kerajaan Majapahit ingin menyerang daerah ini karena tidak memiliki angkatan perang.
Kerajaan Minangkabau sendiri dikenal sebagai daerah yang damai dan menghindari peperangan.
Datuk Katumanggungan kemudian memutuskan untuk menyambut pasukan kerajaan Majapahit dengan keramahan.
Selain itu, Adityawarman juga dipinang dan dinikahkan dengan adiknya yang bernama Putri Jamilah.
Untuk menjaga agar keturunan Putri Jamilah tetap menjadi orang Minangkabau dan mendapatkan warisan kerajaan, maka ditetapkan adat Batali Bacambua yang mengubah struktur masyarakat Minangkabau.
Adat Batali Bacambua inilah yang mengubah aturan dari bapak mewariskan kepada anak menjadi harus diwariskan kepada kemenakan, serta suku yang semula didapat dari bapak, menjadi diturunkan dari pihak ibu.
Dengan aturan baru yaitu waris yang turun dari ibu dan bukan dari bapak, maka posisi Adityawarman hanya sebagai raja sementara di Kerajaan Minangkabau.
Adityawarman hanya akan menjabat hingga nanti lahir kemenakan dari keluarga adiknya, Putri Jamilah yang akan jadi pewaris tahta sejati.
Inilah cerita yang dipercaya oleh masyarakat Minangkabau sebagai asal-usul dari budaya matrilineal yang masih dianut hingga sekarang.
Baca Juga: Seperti Inilah Tradisi Pernikahan Suku Minang di Sumatera Barat, Salah Satunya Malam Bainai!
KOMENTAR