Jalan terakhir, Raffless memilih untuk menggempur keraton Yogyakarta.
Sementara itu, internal Keraton Yogyakarta sendiri sedang tidak baik-baik saja.
Di sana sedang ada hubungan yang kurang baik antara raja, HB II, dengan putra mahkotanya.
Kondisi itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh Raffless untuk menyerang Yogyakarta pada 18-20 Juni 1812.
Serangan itu lebih dikenal sebagai Geger Sepoy atau Geger Sepehi mengingat banyaknya pasukan Inggris yang berasal dari India.
Setidaknya ada 1200 pasukan Sepoy dalam tentara Inggris, dilengkapi dengan pasukan kerajaan Inggris sendiri, pasukan Surakarta, dan legiun Mangkunegaran sebanyak 800 pasukan.
Tak lupa, Inggris juga mendapatkan dukungan dari Pangeran Notokusumo--yang kelak menjadi Pakualam I--dan Tan Jin Sing.
Meriam yang dilontarkan pasukan Inggris dibalas dengan meriam milik keraton.
Di hari ketiga, pasukan Inggris secara diam-diam memasuki regol bagian belakang pertahanan keraton.
Pertahanan Kraton Yogyakarta jebol dan pasukan masuk melalui Plengkung Tarunasura, Nirbaya, dan Alun-Alun Utara.
Hasilnya, HB II ditangkap beserta para pangeran yang masih tersisa.
Keraton Yogyakarta pun diduduki tentara Inggris dan isinya dijarah secara besar-besaran oleh bangsa kulit putih itu.
Serangan yang berlangsung tiga hari tersebut mengubah hampir seluruh tatanan lama Kasultanan Yogyakarta.
Yang paling kerasa adalah jatuhnya harga diri raja Yogyakarta di mana saat jumenengan, biasanya dilakukan sesuai adat istiadat keraton, kini berubah sesuai keinginan Inggris.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR