Geger Sepehi benar-benar mengubah tatanan yang ada dalam Keraton Yogyakarta. Trah Mataram Islam seolah tak ada harganya di hadapan Inggris.
Intisari-Online.com -Sultan Hamengkubuwono II adalah sosok yang keras terhadap penjajah, entah Belanda, entah Inggris.
Inggris bahkan sampai dibuat kesal oleh sikap keras keturunan Mataram Islam yang tiga kali jadi raja Kesultanan Yogyakarta itu.
Puncaknya adalah ketika Inggris melakukan penyerbuan ke Keraton Yogyakarta atau sering disebut sebagai Geger Sepehi.
Geger Sepoy alias Geger Sepehi adalah penyerbuan tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta pada 19-20 Juni 1812.
Pada 1811, Inggris datang ke Hindia Belanda menggantikan Belanda.
Di bawah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffless, Inggris ingin mengkuasa seluruh Pulau Jawa.
Tapi upaya Raffless itu tak semudah membalik telapak tangan.
Salah satu wilayah yang getol menolak keberadaan Inggris adalah Kesultanan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengkubuwono II.
Diam-diam HB II ternyata bersekutu dengan Sunan Pakubuwono IV untuk menolak kehadiran Inggris.
Pertama-tama, Raffless memilih untuk berunding dengan HB II, dia pun mengutus John Crawfurd dan Pangeran Notokusumo.
Tapi perundingan itu buntu.
Jalan terakhir, Raffless memilih untuk menggempur keraton Yogyakarta.
Sementara itu, internal Keraton Yogyakarta sendiri sedang tidak baik-baik saja.
Di sana sedang ada hubungan yang kurang baik antara raja, HB II, dengan putra mahkotanya.
Kondisi itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh Raffless untuk menyerang Yogyakarta pada 18-20 Juni 1812.
Serangan itu lebih dikenal sebagai Geger Sepoy atau Geger Sepehi mengingat banyaknya pasukan Inggris yang berasal dari India.
Setidaknya ada 1200 pasukan Sepoy dalam tentara Inggris, dilengkapi dengan pasukan kerajaan Inggris sendiri, pasukan Surakarta, dan legiun Mangkunegaran sebanyak 800 pasukan.
Tak lupa, Inggris juga mendapatkan dukungan dari Pangeran Notokusumo--yang kelak menjadi Pakualam I--danTan Jin Sing.
Meriam yang dilontarkan pasukan Inggris dibalas dengan meriam milik keraton.
Di hari ketiga, pasukan Inggris secara diam-diam memasuki regol bagian belakang pertahanan keraton.
Pertahanan Kraton Yogyakarta jebol dan pasukan masuk melalui Plengkung Tarunasura, Nirbaya, dan Alun-Alun Utara.
Hasilnya, HB IIditangkap beserta para pangeran yang masih tersisa.
Keraton Yogyakarta pun diduduki tentara Inggris dan isinya dijarah secara besar-besaran oleh bangsa kulit putih itu.
Serangan yang berlangsung tiga hari tersebut mengubah hampir seluruh tatanan lama Kasultanan Yogyakarta.
Yang paling kerasa adalah jatuhnya harga diri raja Yogyakarta di mana saatjumenengan, biasanya dilakukan sesuai adat istiadat keraton, kini berubah sesuai keinginan Inggris.