Intisari-online.com - Kerusuhan Mei 1998 adalah salah satu peristiwa paling dramatis dan tragis dalam sejarah Indonesia.
Kerusuhan ini melibatkan jutaan orang yang marah dan frustrasi akibat krisis ekonomi dan politik yang melanda negeri ini sejak tahun 1997.
Kerusuhan ini juga menandai berakhirnya era Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, yang telah berkuasa selama lebih dari tiga dekade.
Apa yang menyebabkan kerusuhan Mei 1998? Bagaimana kronologinya?
Dan apa dampaknya bagi Indonesia? Berikut ulasannya:
Penyebab Kerusuhan Mei 1998
Penyebab utama kerusuhan Mei 1998 adalah krisis finansial Asia yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997.
Krisis ini menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS anjlok hingga mencapai titik terendahnya pada Januari 1998, yaitu sekitar Rp 16.000 per dolar AS.
Krisis ini juga berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan, seperti inflasi, pengangguran, kemiskinan, dan kebangkrutan perusahaan.
Krisis ekonomi ini kemudian memicu ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah Orde Baru, yang dianggap gagal mengatasi masalah-masalah tersebut.
Selain itu, pemerintah juga dianggap korup, nepotis, otoriter, dan tidak demokratis.
Baca Juga: Mengapa Ekonomi Orde Baru Mengalami Kemunduran pada Akhir Periode?
Masyarakat juga menuntut agar Soeharto tidak mencalonkan diri lagi sebagai presiden untuk ketujuh kalinya dalam pemilu tahun 1998.
Tuntutan-tuntutan ini kemudian disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat, terutama mahasiswa dan aktivis pro-demokrasi.
Mereka melakukan aksi demonstrasi damai di berbagai kota di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, dan lain-lain.
Aksi-aksi ini seringkali mendapat penindasan dari aparat keamanan, yang menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk membubarkan massa.
Puncaknya terjadi pada tanggal 12 Mei 1998, ketika empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak mati oleh aparat keamanan saat melakukan demonstrasi di depan kampus mereka di Jakarta Barat.
Mereka menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto.
Namun, aksi damai tersebut berubah menjadi kerusuhan besar-besaran yang melibatkan massa yang tidak terkendali.
Mereka melakukan penjarahan, pembakaran, dan perusakan terhadap berbagai bangunan dan kendaraan, terutama yang dimiliki oleh etnis Tionghoa.
Selain itu, mereka juga menyerang dan membunuh orang-orang yang dianggap sebagai antek-antek rezim Orde Baru.
Kerusuhan ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga menyebar ke beberapa kota lain di Indonesia, seperti Medan, Surabaya, Solo, Bandung, dan Yogyakarta.
Kerusuhan ini berlangsung selama tiga hari, yaitu 13-15 Mei 1998.
Baca Juga: SosokJenderal Misterius yang Kuasai Intelijen di Era Orde Baru
Menurut data resmi pemerintah, kerusuhan ini menewaskan sekitar 1.200 orang dan melukai lebih dari 6.000 orang.
Namun, angka-angka ini dipertanyakan oleh banyak pihak, termasuk Komnas HAM dan Komnas Perempuan.
Salah satu aspek paling mengerikan dari kerusuhan ini adalah kekerasan seksual terhadap perempuan, khususnya perempuan etnis Tionghoa. Menurut catatan Komnas Perempuan.