Trinisat Kenya, Pasukan Khusus Wanita Cantik Pelayan Raja Mataram Islam Amangkurat I

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Trinisat Kenya pasukan khusus Pengawal Amangkurat I yang terdiri dari wanita.
Trinisat Kenya pasukan khusus Pengawal Amangkurat I yang terdiri dari wanita.

Intisari-online.com - Ketika kita mendengar nama Amangkurat I, raja Mataram Islam ke-4 yang berkuasa pada tahun 1646-1677 M.

Mungkin yang terlintas di benak kita adalah sosok raja yang kejam, arogan, dan suka berfoya-foya dengan wanita-wanita di dalam istananya.

Namun, tahukah Anda bahwa di antara wanita-wanita yang ada di sekeliling Amangkurat I, ada satu kelompok yang memiliki peran khusus dan istimewa?

Mereka adalah Trinisat Kenya, pasukan khusus wanita yang terdiri dari 30 wanita cantik yang menjadi pelindung dan pelayan Amangkurat I.

Siapa sebenarnya Trinisat Kenya? Bagaimana mereka direkrut dan dilatih?

Bagaimana keseharian mereka dalam melayani dan melindungi Amangkurat I?

Dan bagaimana nasib mereka setelah Amangkurat I wafat?

Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengutip sumber-sumber sejarah yang tersedia.

Asal-usul Trinisat Kenya

Trinisat Kenya adalah nama yang diberikan oleh Amangkurat I kepada pasukan khusus wanita yang dibentuknya untuk menjadi pelindung dan pelayan dirinya.

Nama ini berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti “tiga puluh bunga”.

Baca Juga: Alasan Perlawanan Sultan Agung dari Mataram Islam Terhadap VOC Belum Berhasil

Hal ini menunjukkan bahwa anggota pasukan ini dipilih berdasarkan kecantikan dan kesegaran tubuh mereka.

Menurut Babad Tanah Jawi dan Serat Kandha, Trinisat Kenya direkrut dari perempuan-perempuan pilihan dari desa-desa di sekitar Surakarta.

Mereka harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti:

  1. Berusia antara 15-20 tahun
  2. Belum menikah dan tidak pernah hamil
  3. Berparas cantik dan tubuh sehat
  4. Bersedia mengabdi kepada raja seumur hidup
  5. Bersedia menjalani pelatihan militer dan seni budaya
Pelatihan Trinisat Kenya

Setelah direkrut, Trinisat Kenya dilatih secara intensif dalam hal berkuda, menembak, berpedang, dan berperang.

Mereka juga diajari seni tari, musik, dan sastra Jawa.

Tujuannya adalah untuk menjadikan mereka pasukan yang tangguh dan terampil dalam medan perang maupun dalam melayani raja.

Pelatihan Trinisat Kenya dipimpin oleh Raden Ayu Matah Ati, seorang perempuan perkasa yang menjadi pemimpin pasukan ini.

Raden Ayu Matah Ati adalah putri dari Ki Ageng Matah Ati, seorang panglima perang Mataram yang setia kepada Amangkurat I.

Raden Ayu Matah Ati juga dikenal sebagai Rubiyah atau Nyai Rubiyah.

Baca Juga: Kisah Ratu Kulon dan Ratu Wetan, Dua Permaisuri Sultan Agung dari Mataram Islam yang Berbeda Nasib dan Keturunan.

Keseharian Trinisat Kenya

Trinisat Kenya bertugas sebagai pengawal raja yang siap mengorbankan nyawa mereka demi keselamatan sang raja.

Mereka selalu mengikuti raja ke mana pun ia pergi, baik dalam kunjungan resmi maupun dalam perjalanan pribadi.

Mereka juga bertugas sebagai pelayan raja yang harus melayani segala kebutuhan dan keinginan sang raja.

Trinisat Kenya tinggal di dalam istana bersama raja.

Mereka memiliki tempat tinggal tersendiri yang disebut gedong estri.

Di sana mereka tidur bersama-sama dalam satu ruangan besar yang dilengkapi dengan kasur-kasur empuk dan bantal-bantal lembut. Serta juga memiliki ruang mandi bersama.

Artikel Terkait