Intisari-online.com - Salah satu raja terhebat dan terkuat di Nusantara adalah Sultan Agung Mataram.
Beliau berkuasa atas Kerajaan Mataram dari tahun 1613 sampai 1645.
Jugaterkenal sebagai raja yang pemberani, cerdas, dan beragama.
Ia juga sukses memperbesar wilayah kekuasaannya hingga meliputi hampir seluruh Pulau Jawa dan sebagian Sumatera.
Namun, ada satu hal yang tidak tercapai dari cita-cita Sultan Agung Mataram.
Ia ingin dimakamkan di tanah suci Makkah, tempat ia pernah melaksanakan ibadah haji.
Sayangnya, ia wafat sebelum sempat kembali ke sana.
Menurut dongeng rakyat, sebelum wafat, Sultan Agung Mataram sempat bermimpi melempar batu dari Makkah ke arah Jawa.
Ia berharap batu itu akan jatuh di tempat yang pas untuk menjadi makamnya.
Mimpi itu kemudian menjadi nyata.
Batu yang dilempar Sultan Agung Mataram itu ternyata jatuh di sebuah bukit di daerah Bantul, Yogyakarta.
Baca Juga: Tumenggung Endranata, Pengkhianat Mataram, Dianggap Mengembosi Rencana Sultan Agung Menyerang VOC
Bukit itu kemudian dinamakan Imogiri, yang berarti "air yang mengalir dari gunung".
Di sana, Sultan Agung Mataram akhirnya dimakamkan dengan upacara adat Jawa yang mewah.
Makam Sultan Agung Mataram berada di kompleks pemakaman raja-raja Mataram yang disebut Giriloyo.
Di sana juga terdapat makam para leluhur dan keturunan Sultan Agung Mataram.
Makam Sultan Agung Mataram sendiri berada di bagian paling atas dan paling utara dari kompleks pemakaman.
Di depan makam Sultan Agung Mataram, terdapat sebuah batu besar yang disebut Batu Gilang.
Batu ini diyakini sebagai batu yang dilempar Sultan Agung Mataram dari Makkah.
Batu ini memiliki bentuk yang aneh dan berwarna hitam berkilau.
Batu Gilang ini menjadi penunjuk jalan bagi para peziarah yang ingin mengunjungi makam Sultan Agung Mataram.
Namun, kisah mengenai Batu Gilang ini juga beragam, dan konon ada cerita yang mengatakan batu ini diambil dari kerajaan Banten.
Batu Gilang adalah sebuah batu bersejarah yang menjadi saksi bisu pentahbisan atau penobatan para sultan di Kesultanan Banten.
Baca Juga: Kisah Antonio Paulo, Utusan VOC yang Dicincang Sultan Agung Lalu Dijadikan Santapan Buaya
Batu ini berbentuk segi empat berukuran 190 cm x 121 cm x 16,5 cm dengan permukaan datar dan berwarna hitam.
Batu ini terbuat dari batuan andesit yang berasal dari Gunung Krakatau.
Batu Gilang memiliki kisah yang menarik dan misterius.
Menurut Babad Banten, batu ini disebut watu gigilang atau batu yang bersinar karena memiliki kekuatan gaib yang dapat melindungi Kesultanan Banten dari serangan musuh.
Batu ini juga dipercaya sebagai dhampar atau singgasana Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Islam.
Batu ini ditempatkan di pendapa kerajaan dan diduduki Sultan saat menerima tamu atau mengadili perkara.
Salah satu sultan yang pernah ditahbiskan di atas batu ini adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma, raja Mataram yang terkenal dengan ekspansinya ke seluruh Nusantara.
Sultan Agung pernah menyerang Banten pada tahun 1633 dan berhasil merebut batu Gilang sebagai tanda kemenangan.
Namun, Sultan Agung tidak membawa pulang batu tersebut, melainkan memerintahkan agar batu itu dikembalikan ke tempat semula setelah ia mengukir namanya di atasnya.
Batu Gilang kini berada di depan pintu gerbang utara Keraton Surosowan dekat alun-alun Kota Serang.
Batu ini menjadi salah satu peninggalan budaya yang harus dilestarikan dan dihormati.
Batu ini juga menjadi saksi sejarah perjuangan dan kejayaan para sultan Banten yang pernah memerintah di tanah Jawa.