Gagalnya serangan Sultan Agung kepada VOC di Batavia salah satunya disebabkan oleh pengkhinatan Tumenggung Endranata.
Intisari-Online.com -Tak hanya faktor teknis, ada faktor nonteknis yang menyebabkan gagalnya serangan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia.
Muncul dugaan bahwa ada orang dalam yang mengkhianati Sultan Agung, dia melaporkan rencana penyerangan itu kepada VOC.
Sosok itu adalah Tumenggung Endranata.
Bisa dibilang bahwa Tumenggung Endranata adalah pembesar Mataram Islam.
Tapi kebesarannya harus tergadai dengan keputusannya berkhianat terhadap Sultan Agung.
Setidaknya ada dua kesalahan besar yang dilakukan oleh Tumenggung Endranata.
Yang pertama adalah pertempuran antara Mataram dan Pati, antara Sultan Agung dan Adipati Pragola II.
Sultan Agung dan Adipati Pragola II bukanlah orang jauh, keduanya bisa dibilang adalah saudara ipar.
Tapi karena provokasi Tumenggung Endranata, hubungan itu akhirnya berakhir dengan paten-pinaten.
Perang Saudara antara Mataram dan Pati terjadi pada tahun 1628.
Seperti disebut di atas, penyebabnya adalah provokasi Tumenggung Endranata yang menghasut Sultan Agung.
Dia menyebut bahwa Adipati Pragola II, penguasa Pati, akan memberontak terhadap Mataram.
Sultan Agung percaya dengan "bisikan" Tumenggung Endranata.
Dia bahkan memimpin sendiri pasukan Mataram untuk menyerang Pati.
Perang berlangsung sengit dan berdarah-darah.
Adipati Pragola II tewas tertusuk tombak pusaka Kyai Baru yang diberikan Sultan Agung kepada Naya Derma, lurah kapendak Mataram.
Yang kedua adalah membocorkan rencana penyerangan Batavia kepada VOC pada 1629.
Rencana penyerangan ini sebenarnya sudah disiapkan dengan matang oleh Sultan Agung.
Dia ingin mengusir Belanda dari Jawa dan menguasai pelabuhan penting di pantai utara.
Namun, karena adanya pengkhianatan Tumenggung Endranata, Belanda bisa bersiap-siap menghadapi serangan Mataram.
Akibatnya, penyerangan Mataram gagal total.
Pasukan Mataram mengalami kekalahan telak dan banyak yang tewas atau tertawan oleh Belanda.
Sultan Agung pun harus mundur dengan malu dan marah.
Sultan Agung tidak tinggal diam setelah mengetahui pengkhianatan Tumenggung Endranata.
Dia memerintahkan untuk menangkap dan menghukum pengkhianat itu dengan cara yang sangat kejam.
Menurut cerita lisan Serat Kandha, Tumenggung Endranata dimutilasi menjadi tiga bagian oleh Sultan Agung.
Kepalanya dipancangkan di alun-alun Jayakarta sebagai peringatan bagi Belanda.
Badannya dikubur di Imogiri sebagai penghinaan bagi makam raja-raja Mataram.
Sedangkan kakinya dibuang ke laut sebagai simbol pengusiran dari tanah Jawa.
Hukuman ini merupakan bentuk kemarahan dan kesedihan Sultan Agung atas pengkhianatan Tumenggung Endranata yang telah merugikan Mataram secara besar-besaran.
Pengkhianat ini dianggap sebagai musuh bagi seluruh rakyat Jawa dan tidak layak mendapatkan tempat yang terhormat di dunia maupun di akhirat.