Karena Ulah Tumenggung Endranata, Sultan Agung Harus Berperang Melawan Iparnya Sendiri

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Dua kali Tumenggung Endranata mengkhinati Sultan Agung. Memprovokasi peperangan dengan Adipati Pragola II dan membocorkan rencana serangan ke Batavia.
Dua kali Tumenggung Endranata mengkhinati Sultan Agung. Memprovokasi peperangan dengan Adipati Pragola II dan membocorkan rencana serangan ke Batavia.

Dua kali Tumenggung Endranata mengkhinati Sultan Agung. Memprovokasi peperangan dengan Adipati Pragola II dan membocorkan rencana serangan ke Batavia.

Intisari-Online.com -Ada satu fase di mana penguasa Mataram Islam terbesar Sultan Agung harus berperang dengan Adipati Pragola II.

Adipati Pragola II tak lain adalah adik ipar Sultan Agung sendiri.

Bagaimana ceritanya Sultan Agung bisa berhadapan dengan adipati Pati itu?

Pada prinsipnya, Adipati Pragola II memang sama kerasnya dengan sang ayah, Adipati Pragola I.

Dia punya prinsip bahwa Pati itu sederajat dengan Mataram, itulah kenapa dia tak mau tunduk dengan kerajaan di pedalaman itu.

Tapi selain itu, ada desas-desus pertempuran Sultan Agung dan Adipati Pragola II karena ulah seorang pengkhianat bernama Tumenggung Endranata.

Mataram Islam mencapai masa keemasan di masa Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Hampir seluruh Jawa berhasil dikuasai oleh Mataram.

Meski begitu, masih ada saja yang berkhianat di belakangnya.

Salah satunya adalah Tumenggung Endranata.

Dia adalahpunggawa Mataram yang telah membocorkan rencana serangan Sultan Agung kepada pihak Belanda ketika hendak menyerang Batavia.

Sebagai hukuman dari tindakanya sang Sultan memberikan hukuman mati dengan memenggal kepalanya.

Namun, sebelum pengkhianatan itu terbongkar, Tumenggung Endranata juga telah melakukan provokasi yang menyebabkan perang saudara antara Sultan Agung dengan Adipati Pragola II, penguasa Pati.

Sultan Agung dan Adipati Pragola II masih memiliki hubungan saudara, tepatnya saudara ipar.

Tetapi, karena hasutan dari Tumenggung Endranata, bahwa Pragola akan memberontak, Sultan Agung mengambil tindakan tegas menyerang Pati.

Serangan ini bahkan dipimpin sendiri oleh Sultan Agung.

Menurut cerita lisan Serat Kandha, Sultan Agung mengatur pasukan dengan bagian depan dan tengah dipimpin oleh Pangeran Sumedang, Adipati Martalaya.

Dalam serangan itu, Adipati Martalaya membawa pasukan dari Madura, Kedu, Bagelen, dan Pamijen.

Sedang di bagian belakang pasukan, ada keluarga kerajaan, dan kapendak di barisan Mataram.

Perang berkecamuk dengan heroik.

Saat Pragola meringsek maju menyerang, Sultan Agung membunyikan gong pusaka Kyai Bicak.

Tetapi serangan Pragola yang seperti orang kesetanan, membuat pasukan Sultan Agung mundur.

Hal ini membuat Sultan Agung gentar.

Dia lalu memberikan tombak pusaka Kyai Baru, kepada lurah dari para kapendak, Naya Derma.

Sultan Agung kembali memukul gong saktinya.

Seketika, tombak dihunus dan mengenai Pragola, darah pun tumpah, penguasa Pati itu pun gugur.

Perang ini memakan biaya yang sangat besar.

Sebanyak 150 ribu orang Pati tewas dibunuh tentara Kerajaan Mataram.

Sedang dari pihak Mataram, korban jiwa jauh lebih besar lagi, mencapai 200.000 orang.

Perang saudara ini tentu saja merugikan kedua belah pihak dan melemahkan kekuatan Mataram dalam menghadapi musuh-musuhnya yang lain.

Kisah pengkhianatan Tumenggung Endranata tak berhenti sampai situ.

Tumenggung Endranata adalah putra dari Tumenggung Wiraguna, seorang panglima Mataram yang berjasa dalam penaklukan Surabaya.

Dia juga saudara ipar dari Adipati Pragola II, penguasa Pati yang masih memiliki hubungan saudara dengan Sultan Agung.

Dia memiliki kedudukan tinggi di istana Mataram dan dipercaya oleh Sultan Agung.

Namun, di balik kesetiaannya yang tampak, Tumenggung Endranata ternyata memiliki niat jahat untuk menggulingkan Sultan Agung.

Dia bersekongkol dengan Belanda (VOC) yang saat itu menguasai Batavia dan menjadi musuh utama Mataram.

Dia membocorkan rencana penyerangan Mataram ke Batavia kepada Belanda.

Rencana ini dibuat oleh Sultan Agung setelah menolak tawaran damai dari VOC pada tahun 1628.

Sultan Agung ingin mengusir Belanda dari tanah Jawa dan menyatukan seluruh pulau itu di bawah kekuasaannya.

Dengan bantuan informasi dari Tumenggung Endranata, Belanda dapat mempersiapkan pertahanan mereka dengan baik.

Mereka memperkuat benteng Batavia dan menyediakan senjata-senjata canggih.

Mereka juga mengirim bala bantuan dari Maluku dan Ambon untuk membantu pasukan Batavia.

Dan endingnya kita tahu, Mataram Islam gagal menaklukkan Batavia dalam dua kali penyerangan.

Alih-alih kemenangan, serangan ke Batavia adalah bencana bagiMataram.

Penyerbuan itu tidak hanya menelan banyak korban jiwa dan harta benda, tetapi juga melemahkan kekuatan Mataram.

Sultan Agung akhirnya mengetahui pengkhianatan itu, dan sangat marah.

Tumenggung Endranata akhirnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Mayatnya kemudian dimutilasi.

Tubuhnya dipotong-potong menjadi tiga bagian dan dikubur diarea Pemakaman Imogiri yang berada di sebelah selatan Makam Griloyo, yaitu Gunung Merak yang kemudian dinamakan Pajimatan Imogiri.

Kapalanya dipotong dan dikubur di tengah-tengah Gapura Supit Urang.

Badannya dikubur di bawah tangga dekat Gapura Supit Urang, di bagian anak tangga yang permukaannya tidak rata.

Sedang kakinya dikubur di tengah kolam.

Tindakan sadis itu dilakukan Sultan Agung, sebagai pelajaran bagi setiap orang yang datang mengunjungi makam Imogiri, akan menginjak potongan tubuh Tumenggung Endranata.

Hal ini sekaligus peringatan bagi pengkhianat.

Artikel Terkait