Dengan track record menumpas pemberontakan Trunojono, Kapten Tack datang ke Jawa untuk menangkap Untung Surapati dan menagih utang Amangkurat II. Yang ada, nasibnya jadi taruhannya.
Intisari-Online.com -Kapten Francois Tack alias Kapten Tack memanglah perwira VOC yang tangguh. Ia khusus didatangkan ke Jawa untuk menumpas perlawanan Untung Surapati.
Dia juga datang untuk menagih utang Amangkurat II, Raja Mataram kelima.
Tapi apa mau dikata, alih-alih kejayaan, Kapten Tack justru harus menemui ajal di tangan pasukan Surapati.
Ada dugaan, pasukan Jawa yang diharap bisa membantunya meringkus Surapati mantan budak VOC itu justru menusuknya dari belakang.
Batavia pun geram bukan kepalang.
Ketika usianya masih 23, Kapten Tack ternyata sudah ditugaskan di perwakilan VOC di India. Ketika itu pangkatnya masih pembantu letnan. Tapi tiga tahun berselang, pangkatnya sudah Kapten.
Sebelum ditugaskan meringkus Suropati, Kapten Tack sukses memadamkan perlawanan Trunojoyo dan Sultan Ageng Tirtayasa.
Tapi Untung Surapati tetap tak bisa dipandang sebelah mata.
Sekitar Februari 1686, Kapten Tack tiba di Kartasura bersama pasukannya.
Beberapa hari sebelumnya dua kompi telah bersiaga di sekitar keraton.
Di sinilah Susuhunan Amangkurat II bertakhta di keraton yang baru didirikan sekitar empat tahun sebelumnya.
Serdadu Belanda telah bersiap-siap.
Di loji VOC terdapat 150 serdadu, sementara sekitar 40 serdadu bersiaga di dekat keraton.
Tack dengan semangat membara bergerak bersama sekitar tiga kompi menuju keraton dengan genderang bertalu-talu.
Dia berbekal enam prajurit pelempar granat dan bintara artileri yang membawa tong kecil berisi mesiu dan peluru-peluru.
Namun, kesalahan fatal Tack: Meninggalkan meriam, amunisi, dan serdadu tombak di loji.
Sementara itu di sekitar keraton terjadi kebakaran dahsyat.
Permukiman para tukang, seniman, dan para abdi keraton sengaja dibakar oleh laskar Surapati, tampaknya aksi ini mendapat persetujuan dari Susuhunan.
Aksi sandiwara pembakaran—bangunan yang sejatinya tak berharga—dan amuk di keraton oleh laskar Surapati menunjukkan seolah Susuhunan pun mendapat perlawanan dari laskar Surapati.
Tipu daya inilah yang memperdaya pasukan Tack. Sejauh ini dia belum meyakini tentang kerja sama antara Susuhunan dan Surapati.
Pasukan Kapten Tack terus bergerak maju.
Mereka terus mendesak Pasukan Untung Surapatiyang berada di keraton.
Sementara, serdadu-serdadu itu mendapat serangan dari rumah-rumah yang belum terbakar.
Kali ini, Tack menghadapi pasukan petualang yang terlatih dengan senjata dan strategi sandiwara.
Strategi Surapati dan ketidakgamblangan sikap Susuhunan menyebabkan Tack berjalan menuju sebuah jebakan.
Di alun-alun Kartasura, Tack dan pasukannya tidak pernah mengira akan mendapat perlawanan dahsyat dari laskar Surapati.
Dalam Babad Tanah Jawi, terdapat kisah tentang kemarahan Tack pada saat mendengar Surapati mengamuk.
Sang Kapten itu melemparkan topinya ke tanah, menggigiti kumisnya, dan matanya memancarkan warna merah, sembari mengumpat-umpat—“Perdam-perdom.”
Sementara, menurut arsip Belanda semasa, terjadi kebingungan dan kekacauan dalam pasukan VOC.
Mereka menembak tanpa membidik, sementara untuk mengisi kembali senapannya perlu waktu.
Dalam naungan asap nan gelap, padang-pedang laskar Surapati yang bermata gelap pun dengan mudah menetak mereka.
Dalam pertempuran di alun-alun itu Tack turun dari kudanya. Namun, setelah pengawalnya banyak yang tewas, dia pun bermaksud kembali ke kuda tunggangannya.
Malangnya, sebelum kakinya menginjak sanggurdi, dia telah tewas terbunuh oleh laskar Bali yang membabi buta. Saat jenazah Tack ditemukan, terdapat 20 luka tusukan berat di tubuhnya.
Prajurit Jawa yang diharapkannya bakal membantu menyergap Surapati justru membelot dan berbalik melawannya.
Jikalau Tack tidak gegabah dengan meninggalkan serdadu-serdadu tombaknya di loji VOC, barangkali kisahnya tak akan setragis ini.
Pertempuran Kartasura memakan korban tewas sebanyak 79 serdadu VOC dan satu serdadu dinyatakan hilang.
Sementara di pihak Surapati, sekitar 50 orang Bali tewas. Sebanyak 20 luka berat, 15 diantaranya akhirnya tewas dan dimakamkan di tepian Bengawansolo.
Sang Letnan juga bersaksi, sekelompok orang Bali berbusana gelap dengan bersenjata tombak yang muncul dan menyergap serdadu VOC dari permukiman.
Bagi serdadu-serdadu VOC yang tercerai-berai dan tak sempat mengisi kembali senapan mereka dengan peluru, demikian menurut Eygel, akhirnya mereka tewas terhunus tombak-tombak laskar Bali.
Peristiwa yang disaksikan Eygel tampaknya mirip dengan pemerian dalam Babad Tanah Jawi.
Sunan, dalam babad tersebut, memerintahkan kepada Pangeran Puger, adiknya, untuk membantu Surapati dengan berhias mirip orang Bali.
Babad berkisah juga, bahwa Puger berhasil menewaskan Kapten Tack dengan tombak pusaka Kiai Plered.
Arsip VOC dan berita dari Susuhunan menerangkan bahwa pertempuran itu selesai pada tengah hari. Kemudian, hujan pun turun dengan lebatnya.
Sementara François Valentijn, seorang pegawai VOC yang saat kejadian tersebut baru bekerja setahun, mengisahkan Surapati merayakan kemenangan itu dengan berpawai keliling alun-alun. Hingga larut malam, suara gending kemenangan bergaung di Keraton Kartasura.
“Pembunuhan Kapten François Tack merupakan salah satu peristiwa yang paling mencolok dalam sejarah VOC,” ungkap Hermanus Johannes de Graff, seorang sejarawan yang berada di Indonesia pada 1926-50. Meskipun demikian, menurutnya, pukulan berat kekalahan VOC itu tidak sebanding dengan perhatian peneliti sejarah tentang topik Tack. “Patut disesalkan,” ungkapnya, “tempat mereka tewas tidak diabadikan dengan sebuah monumen, sekalipun sederhana saja.”
Di manakah makam Kapten François Tack?
Hingga saat ini berkembang dua pendapat tentang lokasi makamnya: Jepara dan Batavia.