Intisari-online.com -Raden Wijaya adalah pendiri dan raja pertama Kerajaan Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309.
Ia bergelar Sri Kertarajasa Jayawardhana, atau lengkapnya Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana.
Masih garisketurunan dari Ken Arok dan Ken Dedes, pendiri Dinasti Rajasa yang menurunkan raja-raja Singhasari dan Majapahit.
Raden Wijayajuga merupakan keponakan dari Kertanagara, raja terakhir Singhasari.
Ia menikah dengan empat orang putri Kertanagara, yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri.
Dengan Tribhuwaneswari, ia mempunyai seorang putra bernama Jayanagara.
Dengan Gayatri, ia memperoleh dua putri. Putri sulung bernama Tribhuwana Wijayatunggadewi. Putri bungsu bernama Rajadewi Maharajasa.
Pada tahun 1292, Kertanagara menolak membayar upeti kepada Kubilai Khan, Khan Agung Kekaisaran Mongol dan pendiri Dinasti Yuan.
Ia bahkan melukai wajah utusan Mongol dengan besi panas dan memotong telinganya.
Kubilai Khan marah dan mengirim ekspedisi besar untuk menghukum Kertanagara pada tahun 1293.
Namun, sebelum ekspedisi Mongol tiba di Jawa, Kertanagara telah dibunuh oleh Jayakatwang, bupati Gelang-gelang yang memberontak dan merebut tahta Singhasari.
Baca Juga: Fakta Unik, Rombongan Kereta Hayam Wuruk Saat Turba Jawa Ternyata Menggunakan Nama Tumbuhan
Raden Wijaya yang saat itu menjadi panglima perang Singhasari berhasil melarikan diri dari kejaran pasukan Jayakatwang dan berlindung di Terung.
Di Terung, Raden Wijaya bertemu dengan Arya Wiraraja, bupati Sumenep yang juga berkhianat kepada Jayakatwang.
Arya Wiraraja menyarankan Raden Wijaya untuk bersekutu dengan pasukan Mongol yang sedang menuju Jawa untuk mengalahkan Jayakatwang.
Raden Wijaya setuju dengan saran itu dan mengirim utusan ke pasukan Mongol untuk menawarkan bantuan dan kesetiaan.
Pasukan Mongol yang dipimpin oleh Shi-bi dan Ike Mese menerima tawaran Raden Wijaya dan bersama-sama menyerang ibu kota Singhasari, Daha.
Pada tanggal 15 Februari 1293, pasukan gabungan Mongol-Raden Wijaya berhasil merebut Daha setelah pertempuran sengit.
Jayakatwang menyerah dan ditawan oleh pasukan Mongol. Pasukan Mongol kemudian mengangkat Raden Wijaya sebagai raja baru di Jawa dengan gelar Nararya Sanggramawijaya.
Namun, Raden Wijaya tidak berniat untuk tunduk kepada Mongol.
Ia hanya memanfaatkan pasukan Mongol untuk mengalahkan musuhnya, Jayakatwang.
Setelah menjadi raja, ia segera mempersiapkan rencana untuk mengusir pasukan Mongol dari Jawa.
Ia meminta izin kepada pasukan Mongol untuk kembali ke desanya di Majapahit untuk mengurus urusan pemerintahan.
Baca Juga: Benarkah Majapahit Pernah Menjajah Tapanuli? Candi-candi Ini Menjadi Saksi Bisunya
Pasukan Mongol yang tidak curiga mengizinkannya pergi bersama dengan beberapa ribu prajuritnya.
Pada tanggal 19 April 1293, Raden Wijaya memimpin pasukannya menyerang tentara Mongol yang sedang berpesta di Daha.
Tentara Mongol yang tidak siap menghadapi serangan mendadak itu kocar-kacir dan banyak yang tewas.
Shi-bi, jenderal pasukan Mongol, berhasil melarikan diri ke pelabuhan dengan sisa pasukannya dan berlayar kembali ke Tiongkok.
Dengan demikian, Raden Wijaya berhasil mengusir pasukan Mongol dari Jawa dan mempertahankan kemerdekaannya.
Ia kemudian memindahkan ibu kota kerajaannya dari Daha ke Majapahit. Ia juga mengubah namanya menjadi Kertarajasa Jayawardhana dan memproklamasikan berdirinya Kerajaan Majapahit pada tanggal 10 November 1293.
Kerajaan Majapahit kemudian berkembang menjadi salah satu kerajaan terbesar dan terkuat di Nusantara.
Di bawah pemerintahan Kertarajasa Jayawardhana dan penerusnya, Majapahit berhasil menaklukkan banyak kerajaan di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Semenanjung Malaya.
Majapahit juga menjalin hubungan dagang dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, India, Tiongkok, dan Timur Tengah.
Kisah Raden Wijaya yang bersekutu dan berkhianat kepada pasukan Mongol demi mendirikan Majapahit adalah salah satu contoh dari kecerdikan dan keberanian bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajahan asing.
Kisah ini juga menunjukkan bahwa persatuan dan kerjasama antara bangsa-bangsa di Nusantara dapat menciptakan kemakmuran dan kejayaan bersama.