Intisari-online.com - Pada tahun 1958, Indonesia memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam Piala Dunia yang diselenggarakan di Swedia.
Namun, impian itu harus pupus karena Indonesia menolak untuk bertanding melawan Israel di babak kualifikasi.
Indonesia dan Israel tergabung dalam zona Asia-Afrika, bersama dengan China, Taiwan, Sudan, dan Turki.
Indonesia berhasil mengalahkan China dengan skor 4-3 dan Taiwan dengan walk out (WO), karena Taiwan tidak mau mengakui kedaulatan Indonesia.
Sementara itu, Israel juga menang WO atas Turki dan Sudan, yang menarik diri dari kualifikasi karena alasan politik.
Dengan demikian, Indonesia dan Israel harus bertemu di babak play-off untuk memperebutkan satu tiket ke Piala Dunia.
Namun, Indonesia menolak untuk menghadapi Israel karena alasan solidaritas dengan Palestina dan negara-negara Arab yang berkonflik dengan Israel.
Indonesia juga tidak mau menggunakan jalur netral untuk bermain melawan Israel.
Akibatnya, FIFA memberikan kemenangan WO kepada Israel dan menghapus hasil pertandingan Indonesia sebelumnya.
Israel pun lolos ke Piala Dunia 1958 sebagai wakil Asia-Afrika, meskipun akhirnya kalah di semua pertandingan grup.
Keputusan Indonesia untuk boikot Israel mendapat dukungan dari sebagian besar rakyat dan pemerintah Indonesia.
Baca Juga: Mati-Matian Boikot Israel di Indonesia Begini Jawaban Dari Bung Karno?
Namun, ada juga yang mengkritik keputusan tersebut karena dianggap mengorbankan prestasi olahraga demi politik.
Indonesia bukan satu-satunya negara yang melakukan boikot terhadap Israel di dunia sepak bola.
Beberapa negara Arab dan Muslim lainnya juga menolak untuk bertanding dengan Israel di berbagai ajang, seperti Asian Games 1974 di Iran.
Hal ini membuat Israel sulit untuk berkompetisi di Asia dan akhirnya memutuskan untuk pindah ke zona Eropa pada tahun 1974.
Sebagai akibat dari penolakan tersebut, Indonesia harus menerima sanksi dari FIFA berupa larangan berpartisipasi di Piala Dunia 1962 dan 1966.
Selain itu, Indonesia juga harus membayar denda sebesar 5.000 franc kepada FIFA.
Denda tersebut merupakan hukuman bagi negara yang mundur ketika sudah memainkan laga kualifikasi Piala Dunia.
Denda tersebut setara dengan sekitar Rp100 juta saat itu.
Apakah denda tersebut layak dibayar oleh Indonesia? Jawabannya tentu tergantung dari sudut pandang masing-masing pihak.
Bagi FIFA, denda tersebut merupakan bentuk sanksi yang wajar untuk menjaga integritas dan sportivitas kompetisi sepak bola dunia.
Bagi Indonesia, denda tersebut mungkin merupakan harga yang harus dibayar untuk menunjukkan sikap politik dan moral yang konsisten terhadap isu Palestina dan Timur Tengah.
Baca Juga: Sedih, FIFA Resmi Coret Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20
Bagi sebagian orang, denda tersebut mungkin terasa ringan atau berat, tergantung dari nilai prestasi atau prinsip yang dijunjung tinggi.
Yang pasti, denda tersebut menjadi bagian dari sejarah sepak bola Indonesia yang penuh dengan konflik dan kontroversi.
Denda tersebut juga menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan olahraga dan politik.