Selain menjadi pionir perang, korps prajurit estri juga merupakan abdi dalem dalam istana. Mereka memiliki tugas mengusung perkakas raja, seperti bejana air minum, sirih komplet, pipa tembakau, keset, payung, kotak minyak wangi, dan pakaian-pakaian.
Mereka juga berprofesi sebagai penyanyi, penari, dan pemain musik dalam keraton Mangkunegaran.
Beberapa tarian klasik Jawa, seperti bedhaya dan srimpi, diciptakan oleh Pangeran Sambernyawa dengan menginspirasi dari gerak-gerik prajurit estri.
Prajurit estri memiliki hak istimewa untuk tinggal di lingkungan keraton dan mendapatkan upah dari raja.
Mereka juga memiliki kedudukan tinggi sebagai abdi dalem priyayi manggung atau pelayan raja yang berkedudukan tinggi. Mereka juga dikenal sebagai pasukan langenkusumo atau pasukan bunga yang harum.
Namun, mereka juga harus tunduk pada peraturan keraton yang ketat dan tidak boleh menikah dengan laki-laki di luar keraton.
Nasib prajurit estri berubah seiring dengan berakhirnya masa kejayaan kesultanan Mataram. Menurut catatan sejarah, pada abad ke-18 terjadi eksploitasi perempuan besar-besaran di istana Surakarta.
Perempuan-perempuan mantan prajurit estri diperjual-belikan pada bangsawan setempat. Namun anehnya mereka justru senang dan bahagia karena menjadi istri bangsawan.
Mereka percaya bahwa suaminya kelak tak akan berani memperlakukan mereka secara buruk, apalagi ada ungkapan raja akan marah jika memperlakukan buruk terhadap istri.
Prajurit estri adalah salah satu contoh perempuan-perempuan perkasa yang ada dalam sejarah nusantara.
Mereka menunjukkan bahwa perempuan juga bisa berperan aktif dalam bidang militer dan seni. Mereka juga menjadi saksi dari dinamika politik dan sosial yang terjadi di era kesultanan Mataram.
Kisah heroik mereka patut dikenang dan dihormati sebagai bagian dari warisan budaya bangsa.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR