Punya 7 Istri Belum Termasuk Gundiknya, Pangeran Diponegoro Menyesal Lakukan 'Skandal' Ini Sebelum Perang

Ervananto Ekadilla

Editor

Punya 7 Istri Belum Termasuk Gundiknya, Pangeran Diponegoro Menyesal Lakukan 'Skandal' Ini Sebelum Perang.
Punya 7 Istri Belum Termasuk Gundiknya, Pangeran Diponegoro Menyesal Lakukan 'Skandal' Ini Sebelum Perang.

Intisari-online.com -Punya 7 Istri Belum Termasuk Gundik, Pangeran Diponegoro Menyesal Lakukan 'Skandal' Ini Sebelum Perang.

Satu abad sebelum 17 Agustus 1945, Pangeran Diponegoro disebut sebagai pahlawan legendaris.

Pasalnya, Pangeran Diponegoro sangat sengit memerangi Belanda.

Pangeran Diponegoro dikenal sebagai seorang pangeran yang memimpin peperangan melawan Belanda, yaitu Perang Babad Jawa (1825-1830).

Perang Jawa ini tercatat sebagai perang paling dahsyat yang menelan banyak korban jiwa.

200.000 penduduk Jawa menjadi korbannya.

Kerugian akibat perang ini juga menyebabkan kerugian di pihak Belanda, sebesar 25 juta gulden.

Tentara Belanda yang tewas lebih 8.000 orang.

Sedangkan, dari tentara pribumi lebih dari 7.000 orang tewas.

Pangeran kelahiran Yogyakarta, 11 November 1785 itu, memiliki kekuatan 100.000 pasukan dalam perang Babad Jawa.

Sedangkan, Belanda yang dipimpin Jenderal Merkus de Kock, berkekuatan setengahnya (50.000 pasukan).

Peter Carey, seorang sejarawan asal Inggris menyebutkan, ada sisi-sisi dari sosok sang pangeran yang menarik.

Namun, sisi ini kurang begitu dikenal di masyarakat,

Sisi ini terkait soal banyaknya istri dan gundik dari Diponegoro.

Peter Carey telah membuat banyak buku tentang Diponegoro.

Punya 7 Istri Belum Termasuk Gundiknya, Pangeran Diponegoro Menyesal Lakukan 'Skandal' Ini Sebelum Perang.
Punya 7 Istri Belum Termasuk Gundiknya, Pangeran Diponegoro Menyesal Lakukan 'Skandal' Ini Sebelum Perang.

Pemilik nama lengkap Dr. Peter Ramsay Carey MBE itu sudah melakukan penelitian tentang Diponegoro selama 30 tahun.

Peter Carey, kelahiran Yangoon, Myanmar, 30 April 1948 (74), menjadi sejarawan yangbanyak tahusosok seorang Diponegoro.

Beberapa di antaranya, mulai dari kepemimpinannya di Perang Babad Jawa, kebiasaannya sehari-hari, hobinya, makanan yang disukai, sampai kepada kesukaannya kepada kaum hawa.

Dalam dua bukunya tentang Diponegoro, pengajar di Oxford University, Inggris itu mengungkapkan hal yang tak terduga.

Bahkan, disebutkan Carey, "lebih aneh dari yang dibayangkan".

Menurut Carey, kendati wajah Diponegoro tidak setampan Arjuna, namun wajahnya tampan sebagai orang Jawa.

Maka, tak heran, Diponegoro sebagai seorang pangeran, banyak wanita cantik yang tertarik dijadikan istri dan selir Bandara Pangeran Harya Dipanegara.

Salah seorang anak dari Hamengkubuwono III itu, semasa hidupnya memiliki 7 orang istri.

Bahkan, Diponegoro memiliki gundik yang tak terhitung banyaknya.

Pernikahan keduanya dengan Raden Ayu Retnokusumo sempat disebut-sebut berbau politik.

Pasalnya, RA Retnokusumo adalah salah seorang putri dari Raden Tumenggung Notowijoyo III, Bupati Panolan.

Wilayah Panolan adalah wilayah bawahan dari Kesultanan Yogyakarta.

Tentunya dengan pernikahan itu, Raden Tumenggung Notowijoyo III mendapatkan "fasilitas".

Lantaran, menjadi besan dari Sultan Hamengkubuwono III.

Di antara para gundiknya, ada yang sempat menimbulkan skandal.

Gundik yang cukup cantik yang dimaksud mengundang birahi adalah P.F.H Chevallier, Asisten Residen Belanda untuk Yogyakarta.

Chevallier sempat hidup bersama (tanpa nikah) dengan Diponegoro, beberapa saat sebelum meletusnya Perang Babad Jawa.

Di masa perang berkecamuk (1825-1830), Diponegoro kehilangan istri yang paling dikasihinya, RA Retnoninsih, putri dari Bupati Madiun.

Diponegoro memang lemah kepada wanita.

Namun, Diponegoro juga bangga pada keahliannya menaklukkan hati wanita.

Bahkan, Diponegoro gemar menceritakan tentang wanita-wanita yang berhasil ditaklukkannya.

Peter Carey menceritakan, 3 bulan menjelang perang berakhir, ketika Diponegoro diserang penyakit malaria,sang pangeransempat bermain-main dengan Nyai Asmaratuna, wanita yang merawatnya.

Kegemarannya kepada wanita itu akhirnya berakibat fatal.

Lantaran Diponegoro tidur dengan seorang wanita Cina yang bukan istri dan bukan gundiknya, sang pangeran mengalami kekalahan perang terbesar di Gawok, luar Solo pada 15 Oktober 1826.

Baca Juga: Tolak Kehidupan Keraton, Permaisuri Ini Pilih Menepi Ke Dusun Terpencil Jadi Guru Spiritual Pangeran Diponegoro

Artikel Terkait