Intisari-online.com - Belakangan viral kasus Chaeyoung TWICE yang mengenakan pakaian berlogo Swastika.
Logo tersebut dianggap kontroversial karena pernah digunakan sebagai logo Nazi.
Usai kasusnya viral, ia pun kemudian menyampaikan permohonan maaf kepada publik, melalui postingan di media sosial Instagramnya.
Meskipun dianggal sebagai simbol kontroversial yang dikaitkan dengan Nazi sebagai simbol kebencian.
Faktanya Swastika memiliki catatan sejarah yang panjang dan merupakan simbol suci yang terlupakan.
Swastika adalah simbol yang memiliki banyak gaya dan makna dan dapat ditemukan di banyak budaya.
Namun, penggunaan swastika oleh Partai Nazi dan neo-Nazi adalah penggunaan modern yang paling dikenal di dunia Barat.
Swastika (卐 atau 卍) adalah simbol religius dan budaya kuno, terutama di berbagai budaya Eurasia,.
Serta beberapa budaya Afrika dan Amerika, yang sekarang juga banyak diakui karena disalahgunakan oleh Partai Nazi dan neo-Nazi.
Simbol ini terus digunakan sebagai simbol keilahian dan spiritualitas dalam agama-agama India, termasuk Hinduisme, Buddha, dan Jainisme.
Swastika umumnya berbentuk salib, lengan-lengannya sama panjang dan tegak lurus dengan lengan-lengan yang berdekatan, masing-masing membengkok di tengah-tengah dengan sudut kanan.
Kata swastika berasal dari bahasa Sanskerta: स्वस्तिक, romanisasi: svastika, yang berarti 'mendukung kesejahteraan.
Dalam Hinduisme, simbol menghadap ke kanan (searah jarum jam) (卐) disebut swastika.
Melambangkan surya ('matahari'), kemakmuran dan keberuntungan, sedangkan simbol menghadap ke kiri (berlawanan arah jarum jam) (卍) disebut sauwastika, melambangkan malam atau aspek-aspek tantrik dari Kali.
Dalam simbolisme Jainisme, ia mewakili Suparshvanatha, ketujuh dari 24 Tirthankara (guru spiritual dan penyelamat), sedangkan dalam simbolisme Buddha ia mewakili jejak kaki Buddha yang beruntung.
Dalam beberapa agama Indo-Eropa utama, swastika melambangkan petir, mewakili dewa petir dan raja para dewa.
Seperti Indra dalam Hinduisme Weda, Zeus dalam agama Yunani kuno, Jupiter dalam agama Romawi kuno, dan Thor dalam agama Jermanik kuno.
Simbol ini ditemukan dalam sisa-sisa arkeologi Peradaban Lembah Indus dan Samarra, serta dalam seni Bizantium awal dan Kristen.
Meskipun digunakan untuk pertama kalinya oleh politisi sayap kanan Rumania A. C. Cuza sebagai simbol antisemitisme internasional sebelum Perang Dunia I.
Itu adalah simbol kemujuran dan keberuntungan bagi sebagian besar dunia Barat sampai tahun 1930-an, ketika Partai Nazi Jerman mengadopsi swastika sebagai lambang ras Arya.
Akibat Perang Dunia II dan Holocaust, di Barat ia terus dikaitkan erat dengan Nazisme, antisemitisme, supremasi kulit putih atau sekadar jahat.
Akibatnya, penggunaannya di beberapa negara, termasuk Jerman, dilarang oleh hukum.
Namun demikian, swastika tetap menjadi simbol keberuntungan dan kemakmuran di negara-negara Hindu, Buddha, dan Jain seperti Nepal, India, Thailand, Mongolia, Sri Lanka, Cina dan Jepang.
Dan oleh beberapa orang seperti orang Navajo dari Amerika Serikat bagian barat daya.
Ini juga umum digunakan dalam upacara pernikahan Hindu dan perayaan Dipavali. Dalam berbagai bahasa Eropa