Intisari-online.com - Sidang vonis untuk Ferdy Sambo digelar hari ini, Senin (13/2/23).
Mantan Kepala Divisi Human Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Majelis Hakim Pengadilan (PN) Jakarta Selatan, menilai Ferdy Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Dalam sidang tersebut, hakim menilai bahwa Ferdy Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana.
"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya," ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/23).
"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," ucapnya melanjutkan.
Sementara itu, kasus pembunuhan berencana ternyata sebelumnya juga pernah terjadi dengan kasus nyaris mirip seperti Ferdy Sambo.
Awalnya dijatuhi hukuman seumur hidup namun justru lolos dari hukuman mati, ia adalah Nyoman Susrama.
Nyoman Susrama adalah otak pembunuhan wartawan Radar Bali AA Narendra Prabangsa.
Kasusnya sempat menyita perhatian publik, kala kasusnya mecuat tahun 2009 silam.
Baik dalam proses penyelidikan, penyidikan, hingga pengadilan, kasusnya tak lepas dari sorotan nyaris persis dengan kasus Ferdy Sambo.
Kasus pembunuhan itu terjadi pada 11 Februari 2009, di kediaman Susrama yang berlokasi di Banjar Petak, Bangli.
Eksekusi pembunuhan tersebut diperkirakan pukul 16.30 hingga 22.30 WITA.
Nyoman Susrama bukan pelaku langsung, melainkan tokoh intelektual dalam kasus pembunuhan itu.
Selain Susrama, polisi juga menetapkan 6 tersangka lainnya sebagai tersangka, di antaranya adalah Komang Gede, Nyoman Rencana, I Komang Gede Wardana, Dewa Sumbawa, Endy, dan Jampes.
Komang Gede berperan sebagai penjemput korban, kemudian Nyoman Rencana Mangde menjadi eksekutor pembunuhan.
Kemudian, ia membawa mayat korban untuk dibuang ke laut di Perairan Padangbai, Karangasem.
Sementara Dewa Sumbawa, Endy, dan Jampes bertugas untuk membersihkan darah korban.
Setelah sempat hilang selama lima hari, Narendra Prabangsa merupakan redaktur Radar Bali itu ditemukan tewas dengan kondisi tubuh rusak 16 Februari 2009.
Pasca penemuan itu, kasusnya pun mulai terkuak, setelah polisi menelusuri sejumlah motif pembunuha, salah satunya karena pemberitaan.
Penyelidikan polisi pun mengarah pada Nyoman Susrama, dan motifnya terungkap dari kekesalan Nyoman Susrama atas pemberitaan dirinya.
Prabangsa menulis berita terkait kasus dugaan korupsi Nyoman Susrama, yakni proyek Dinas Pendidikan di Kabupaten Bangli, sejak 2008 hingga Januari 2009.
Salah satu proyek yang disorot adalah pemberitaan Prabangsa dalam pembangunan taman kanak-kanak dan sekolah dasar internasional di Bangli.
Karena motif tersebut, Nyoman pun menyusun aksi pembunuhan berencana terhadap Narendra Prabangsa.
Pada 15 Februari 2020, Pengadilan Denpasar mengetok vonis Susrama, dengan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup.
"Terdakwa terbukti secara sah meyakinkan dan melakukan tindak pidana pembunuhan secara berencana," katanya.
Susrama dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana pasal 51 ayat ke-1 KUHP secara bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan.
Vonis ini dijatuhkan lebih ringan dibandingkan jaksa yang berupa hukuman mati.
Kemudian, Nyoman juga mendapat remisi yang disetujui Presiden Jokowi dengan berbagai pertimbangan.
"Pertimbangannya, selama sepuluh tahun di penjara dia melaksanakan masa hukumannya, tidak ada cacat mengikuti program dengan baik, dan berkelakuan baik," Menkum HAM Yasonna H Laoly.
Menurut Yasonna, pemberian remisi dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan, ke tingkat Kantor Wilayah, diteruskan ke Dirjen Pemasyarakatan hingga ke meja Yasonna.
Setelah disetujui Presiden Jokowi, seuai Pasal 9 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 174 tahun 1999 remisi berupa perubahan pidana seumur hidup berubah menjadi pidana penjara sementara, harus ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Dengan adanya remisi tersebut, hukuman terhadap Susrama yang semula berupa penjara seumur hidup berubah menjadi 20 tahun penjara.